KURIKULUM DAN
PEMBELAJARAN
‘Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata
Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran’
Disusun oleh:
Siti
Umroh (2227130538)
KELAS
3B PGSD
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SERANG-BANTEN
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala limpahan rahmat dan
hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan
tugas makalah dengan judul “KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN”
Saya sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan dan juga dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca khususnya. Saya sangat menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT. senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin…
Serang,
Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………….…………...……i
DAFTAR ISI……………………………………………………………...…………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang…………………………………………………………...………..1
B.
Rumusan
Masalah………………………………………………...……………….1
C.
Tujuan
Penulisan Makalah………..………………………………...……………..1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Konsep-konsep
dasar kurikulum dan pengajaran.................................................2
a.
Pengertian
kurikulum.....................................................................................2
b.
Proses
pengembangan kurikulum...................................................................2
c.
Langkah-langkah
dalam pengembangan pedoman kurikulum........................3
d.
Mutu
pendidikan............................................................................................3
e.
Kedudukan
kurikulum dalam
pendidikan......................................................3
f.
Hubungan
kurikulum dengan teori pendidikan...............................................3
B.
Determinan
kurikulum.........................................................................................5
a.
Landasan
filosofis..........................................................................................5
b.
Landasan
psikologis.......................................................................................6
c.
Landasan
sosial-budaya
IPTEK......................................................................6
d.
Falsafah
lembaga
pendidikan.........................................................................8
e.
Falsafah
pengajar/guru...................................................................................8
f.
Dua
dimensi yang saling berkaitan dengan determinan psikologi...................8
g.
Teori-teori
belajar...........................................................................................8
C.
Pendekatan-pendekatan
dalam pengembangan kurikulum...................................8
a.
Pendekatan
bidang
studi.................................................................................8
b.
Pendekatan
interdisipliner...............................................................................9
c.
Pendekatan
rekonstruksionisme......................................................................9
d.
Pendekatan
humanistik...................................................................................9
e.
Pendekatan
accountability..............................................................................10
f.
Pendekatan
pembangunan
nasional...............................................................10
D.
Tujuan
pengajaran..............................................................................................11
a.
Hasil
belajar
siswa........................................................................................11
b.
Ranah
belajar kognitif...................................................................................11
c.
Ranah
belajar
afektif....................................................................................11
d.
Ranah
belajar psikomotor.............................................................................11
e.
Pandangan
atas ketiga
ranah..........................................................................11
f.
Perumusan
masalah........................................................................................12
E.
Strategi
dan sumber
mengajar.............................................................................12
F.
Mendesain
rencana evaluasi
kurikulum...............................................................12
a.
Tujuan
evaluasi.............................................................................................12
b.
Proses
dan metodologi
penilaian...................................................................13
c.
Komponen
desain evaluasi...........................................................................15
d.
Mengumpulkan,menyusun,dan
mengolah data.............................................16
e.
Menganalisis
dan melaporkan
data................................................................16
G.
Desain
rencana instruksional pengajaran afektif.................................................17
H.
Mengembangkan
keterampilan berpikir dan memecahkan masalah....................22
a.
Pendekatan-pendekatan
dalam pemecahan masalah.....................................22
b.
Proses
pemecahan masalah...........................................................................22
c.
Unsur-unsur
keterampiran
berpikir...............................................................22
I.
Perencanaan
instruksional untuk tujuan
afektif..................................................23
a.
Tujuan
pendidikan dan
nilai-nilai.................................................................23
b.
Pendidikan
moral..........................................................................................24
c.
Pendidikan
afektif........................................................................................24
d.
Nilai-nilai
dan fungsi
otak.............................................................................25
e.
Arah dan
intensitas valensi...........................................................................25
J.
Pendidikan
afektif,perspektif,historis,dan model-model pendidikan afektif......26
a.
Pengaruh
filosofi sosial dan pendidikan
afektif............................................26
b.
Pengaruh
psikologi terhadap pendidikan
afektif............................................26
c.
Pengaruh
teori kepribadian terhadap pendidikan afektif...............................26
d.
Model-model
pendidikan
afektif...................................................................27
BAB II PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………...………….….......28
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………...…...........29
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum dan Pembelajaran adalah dua
komponen yang tidak dapat dipisahkan, mengingat kurikulum merupakan hal yang
menjadi pembelajaran yang dapat implementasikan sesuai dengan kaidah yang
berlaku yang mempunyai beberapa aspek yang harus dijalankan untuk itu dengan
kurikulum kita dapat menjalankan pembelajaran sesuai dengan hal yang seharusnya
kita ajarkan sebagai acuan yang saling berkesinambungan , karena pembelajaran
dapat di laksanakan dengan cara menurunkan apa yang sudah ditetapkan dalam
kuriukulum dari segi tujuan pembelajaran, penentuan bahan ajar, dalam kegiatan
atau strategi belajar, dan juga dalam sitem evaluasi yang beberapa hal itu
merupakan aspek yang dominan harus dijadikan acuan dalam pembelajran yang
menjadikan mutu pendidikan yang sesuai dengan apa yang kita harapkan dan dengan
adanya kurikulum kita dapat mengajarkann pembelajaran secara sistematis dengan
tujuan menjadikan pembelajaran yang aktif ,kreatif dan inovatif sehingga
menjadikan hasil dari pembelajaran mempunya mutu dan mempunya output yang
berkualitas dengan menjalankan kurikulum dan menuangkan dalam pembelajaran yang
efesien dan konkrit.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
saja konsep dasar kurikulum dan pengajaran ?
2.
Bagaimana
pendekatan dalam pengembangan kurikulum?
3.
Apa
tujuan dari pengajaran?
4.
Berapa
banyak strategi dan sumber dalam mengajar ?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1.
Untuk
dapat mengetahui konsep dasar dari kurikulumdan pengajaran
2.
Untuk
mengetahui pendekatan dalam pengembangan kurikulum
3.
Agar
kita mengetahui tujuan dalam pembelajaran
4.
Agar
kita dapat menerapkan strategi dan sumber dalam mengajar
BAB
II
PEMBAHASAN
Kurikulum dan pembelajaran dua hal yang saling berkaitan
dan harus dipahami betul oleh guru agar dapat menyajikan pembelajaran dalam
bentuk pengalaman yang bermakna bagi siswa. Jadi pada hakikatnya setiap
kurikulum yang formal yang dikeluarkan oleh pemerintah hanya dapat
direalisasikan berkat usaha guru. Walaupun kurikulum dikatakan
“uniform”pelaksanaannya harus selalu melalui pribadi guru,jadi mengandung
perbedaan individual. Selain itu guru juga dapat berusaha menyesuaikan
kurikulum itu dengan perkembangan psikologis tiap siswa,atau dengan keadaan
masyarakat tempat sekolah itu berada. Bahkan ada kesempatan untuk memberikan
“muatan lokal” kepada kurikulum.
Tanpa persiapan, guru tidak tahu dengan jelas akan kemana
siswa harus dibimbing,tujuan apa yang harus dicapai,perubahan kelakuan apa yang
harus dibangkitkan,hingga manakah tujuan pelajaran telah tercapai,kesulitan apa
yang dihadapi,kelemahan apa yang harus diperbaiki demi peningkatan mutu. Mutu
pendidikan bergantung pada mutu guru,dan mutu guru turut ditentukan oleh
pemahamannya tentang seluk-beluk kurikulum.
Untuk lebih jelasnya
mengenai kurikulum dan pengajaran terdapat pada uraian berikut ini :
1. KONSEP-KONSEP DASAR KURIKULUM DAN
PENGAJARAN
a.
Pengertian Kurikulum
Menurut
La-zimnya kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk
melancarkan proses belajar-mengajar dibawah bimbingan dan tanggung jawab
sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Kurikulum
formal meliputi :
·
Tujuan pembelajaran,umum dan spesifik
·
Bahan pelajaran yang tersusun sistematis
·
Strategi belajar-mengajar serta
kegiatan-kegiatannya
·
Sistem evaluasi untuk mengetahui hingga
mana tujuan tercapai
Kurikulum
tak formal terdiri dari kegiatan-kegiatan yang juga direncanakan akan tetapi
tidak berkaitan langsung dengan pelajaran akademis dan kelas tertentu.yang
termasuk didalamnya: pertunjukan sandiwara,pertandingan antar kelas/ antar
sekolah,perkumpulan berbagai hobi,pramuka,dan lain-lain.
b.
Proses pengembangan kurikulum
Terdapat
dua proses utama,yakni pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan pedoman
instruksional. Pedoman kurikulum meliputi:
o
Latar belakang yang berisi rumusan
falsafah dan tujuan lembaga pendidikan,populasi yang menjadi
sasaran,rasional,struktur organisasi pelajaran.
o
Silabus yang berisi matapelajaran secara
lebih terinci yakni scope(ruang lingkup) dan sequenc-nya(urutan penyajiannya).
o
Desain evaluasi termasuk strategi revisi
atau berbaikan kurikulum mengenai bahan pelajaran dan organisasi bahan dan
strategi instruksionalnya.
Pedoman
instruksional untuk tiap mata pelajaran yang dikembangkan berdasarkan silabus.
c.
Langkah-langkah dalam pengembangan
pedoman kurikulum
1. Kumpulkan
keterangan mengenai faktor-faktor yang turut menentukan kurikulum serta latar
belakangnya.
2. Tentukan
mata pelajaran atau mata kuliah yang akan diajarkan
3. Rumuskan
tujuan tiap mata pelajaran
4. Tentukan
hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap matapelajaran
5. Tentukan
topik-topik tiap matapelajaran
d.
Mutu pendidikan
Pendekatan
pengembangan kurikulum dengan menyusun pedoman kurikulum dan pedoman
instruksional bertujuan untuk meningkatkan mutu sekolah dan universitas dengan
meningkatkan efektivitas mengajar.
e.
Kedudukan Kurikulum dalam
Pendidikan
Dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, pendidik mempunyai tugas pokok
untuk melaksanakan pengajaran atau sekarang lebih dikenal dengan istilah
pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diwujudkan
dalam bentuk interaksi antara pendidik dengan peserta didik.
Peserta didik memiliki tugas pokok belajar yakni berusaha memperoleh perubahan
perilaku atau pencapaian kemampuan tertentu berdasarkan pengalaman belajarnya
yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, pendidik berupaya “menyampaikan”
sejumlah isi dan bahan pembelajaran kepada peserta didik melalui proses atau
cara tertentu, serta melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil
pembelajaran, yang keseluruhannya dikemas dalam bentuk kurikulum. Dengan
demikian, kurikulum dapat dikatakan sebagai salah satu komponen utama dalam
sistem pendidikan.
f.
Hubungan Kurikulum dengan Teori Pendidikan
Telah dikemukan di atas bahwa rumusan kurikulum dapat diklasifikasikan
dalam dua pandangan, yakni pandangan tradisional (klasik) dan pandangan
modern. Hal ini dimungkinkan karena terjadinya pergeseran dalam
teori-teori pendidikan.
Kurikulum memang memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori
pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa
teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan teori
pendidikan tertentu.
Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan empat jenis
hubungan kurikulum dengan teori pendidikan, yaitu :
1.
Pendidikan klasik (classical education), yang
memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan
meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada
proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan
yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara
logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan
lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai
penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
2.
Pendidikan pribadi (personalized education).
Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah
memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan
minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama
pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih
berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta
didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan
romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya- Francis Parker dan
John Dewey - memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh.
Isi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan
minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul
dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya
bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan ahli dalam metodologi dan
membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya
masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran J.J.
Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap individu dalam
keadaan fitrah,-- memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan
ketulusan.
3.
Teknologi pendidikan, yakni suatu konsep pendidikan
yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan
pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang
berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan
penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan
pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan
dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data
obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada
kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau
desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika
dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk
menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa
refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat.
Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning),
lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman
bahan.
4.
Pendidikan interaksional, yaitu suatu konsep
pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial
yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan
interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari
guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini
juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan
lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini
terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar
lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman
eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat
menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan.
2. DETERMINAN KURIKULUM
a.
Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan
kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada
berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme,
eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum
yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di
bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat,
kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
Perenialisme lebih
menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan
budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak
terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa
lalu.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan
budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat
menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran
lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk
hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih
berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber
pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti
memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana
saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
Progresivisme menekankan
pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik,
variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme merupakan
elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban
manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan
individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan
tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu ? Penganut aliran
ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Masing-masing aliran filsafat
pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam
praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
b.
Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat
dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1)
psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu,
yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari
pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Sementara itu, berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati
memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum 2004 yang berbasis
kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan
pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari
seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif
dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe
kompetensi, yaitu
:
1.
motif; sesuatu yang dimiliki
seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu
aksi.
2. bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons
secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
3. konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image
seseorang;
4. pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki
seseorang; dan
5.
keterampilan; yaitu kemampuan
melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut
mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau
pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan
ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih
tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi
permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan
merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan
dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
c.
Landasan Sosial-Budaya-IPTEK
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita
maklum bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk
terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan
semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan
segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus
acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul
manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi
justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun
kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan
perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki
sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan
antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya
adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para
warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama,
budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut
setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian
terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997)
mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu,
turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang.
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan
mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus
berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin
berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang
sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu
kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan
kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat
di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan
kaki di Bulan.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu
merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat
mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup
manusia.
Berkenaan dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella
Yulaelawati memaparkan kondisi-kondisi sosiologis yang terjadi saat ini.
Dikemukakan, bahwa kurikulum perlu merespons terhadap perubahan yang terjadi
dalam interaksi masyarakat lokal dan masyarakat global.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan
teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban
manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat
pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini,
diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat
dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus
dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum
yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan
belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif
terhadap ketidakpastian. Kurikulum juga perlu memuat isu-isu global,
seperti : demokrasi, hak dan kewajiban manusia, isu lingkungan, dan peningkatan
konsensus terhadap nilai-nilai lokal dan universal.
d.
Falsafah lembaga pendidikan
Kita diindonesisa memiliki falsafah
nasional yang tegas,pancasila yang berfungsi sebagai pegangan bagi lembaga
pendidikan untuk pengembangan falsafah atau pandangan masing-masing sesuai
dengan missi dan tujuan nasional serta nilai-nilai masyarakat yang dilayaninya.
e.
Falsafah pengajar/guru
Tiap guru harus mempunyai gambaran yang
jelas mengenai falsafah lembaga pendidikan tempat ia bekerja. Sebaiknya
falsafah guru sendiri konsisten dengan falsafah sekolah agar dapat membimbing
siswa ke arah tujuan pendidikan seperti dirumuskan dalam kurikulum.
f.
Dua dimensi yang saling berkaitan dari
determinan psikologis :
-
Teori belajar
-
Hakikat pelajar secara individual antara
lain berkenaan dengan taraf :
a. Motivasi
b. Kesiapan
c. Kematangan
intelektual
d. Kematangan
emosional
e. Latar
belakang pengalaman
g.
Teori-teori belajar utama
Pada pokoknya terdapat lima kelompok
teori belajar utama,yakni :
I.
Behaviorisme
II.
Psikologi daya
III.
Perkembangan kognitif
IV.
Teori lapangan (teori gestalt)
V.
Teori kepribadian
VI.
3. PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM
PENGEMBANGAN KURIKULUM
a.
Pendekatan bidang studi
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau
matapelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum,misalnya
matematika,sains,sejarah,geografi,atau IPA,IPS,dan sebagainya.
b.
Pendekatan interdisipliner
Dalam pelajaran telah dilibatkan
berbagai disiplin ilmu seperti geografi (lokasi rumah),ekonomi (biaya rumah
tangga),matematika (pengeluaran setiap pagi untuk membeli sayur,dan
sebagainya).
c.
Pendekatan rekonstruksionisme
Pendekatan ini disebut juga rekonstruksi
sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi
dalam masyarakat,seperti polusi,ledakan penduduk,kemiskinan,malapetaka akibat
kemajuan teknologi,perang dan damai,keadilan sosial,hak asasi manusia,dan
lain-lain.
Peranan guru ialah sebagai orang yang
menganjurkan perubahan (agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan
aktif dalam proses perbaikan masyarakat.
d.
Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa, jadi
“student-center”. Dan mengutakan perkembangan afektif siswa sebagai persyaratan
dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik
yakin,bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral
dalam kurikulum,agar belajar itu memberi hasil maksimal.Pendekatan
pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka
untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya
sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan
dalam pembelajaran yang humanistik adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan
ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak peserta didik untuk berpikir bersama
secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak bertindak sebagai guru melainkan
fasilitator dan partner dialog; pendekatan reflektif mengajak peserta didik
untuk berdialog dengan dirinya sendiri; sedangkan pendekatan ekspresif mengajak
peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi
dan aktualisasi diri). Dengan demikian pendidik tidak mengambil alih tangung
jawab, melainkan sekedar membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses
perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan
diperjuangkannya.
Pendidikan yang humanistik
menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana
menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar
pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Relasi ini berkembang dengan
pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cinta kasih
antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa
hambatan jika berada dalam suasana yang penuh cinta (unconditional love), hati yang penuh pengertian (understanding heart) serta relasi
pribadi yang efektif (personal
relationship). Dalam mendidik seseorang kita hendaknya mampu menerima diri
sebagaimana adanya dan kemudian mengungkapkannya secara jujur (modeling). Mendidik tidak sekedar
menransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta
didik, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan
dirinya secara optimal.
e.
Pendekatan accountability
Accountability
atau pertanggungjawaban lembaga pendidik-an tentang pelaksanaan tugasnya kepada
masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia
pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah
mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.
Accountability
yang sistimatis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam
bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya, yang kelak dikenal
sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas
spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.
f.
Pendekatan pembangunan nasional
Pendekatan
ini mengandung tiga unsur :
1. Pendidikan kewarganegaraan
Dalam
masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori:
·
Warganegara yang apatis
·
Warganegara yang pasif
·
Warganegara yang aktif
2. Pendidikan sebagai alat pembangunan
nasional
Tujuan pendidikan ini adalah
mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang
sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
3. Pendidikan keterampilan praktis bagi
kehidupan sehari-hari
Keterampilan yang diperlukan bagi
kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya
bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap,
yaitu:
· Keterampilan
untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi suatu negara.
· Keterampilan
untuk mengembangkan masyarakat.
· Keterampilan
untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
· Keterampilan
sebagai warganegara yang baik
4. TUJUAN PENGAJARAN
Bila
misalnya tujuan ialah “membantu siwa mengembangkan sikap positif terhadap
kesegaran dan kesehatan jasmani” maka maksudnya ialah agar siswa didorong untuk
melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kesehatannya.
Tujuan
pendidikan,demikian pula tujuan matapelajaran lazim dirumuskan dari tiga
aspek,yakni aspek kognitif,afektif,dan psikomotor.
a.
Hasil belajar siswa
Hasil belajar siswa dirumuskan sebagai
tujuan instruksional umum dinyatakan dalam bentuk yang lebih spesifik dan
merupakan komponen dari tujuan umum matakuliah atau bidang studi.
b.
Ranah belajar kognitif
Ranah ini mempunyai enam tingkatan dari
yang paling rendah: pengetahuan dasar (fakta,peristiwa,informasi,istilah)
sampai yang paling tinggi: evaluasi (pandangan yang didasarkan atas pengetahuan
dan pemikiran) sehingga merupan suatu hierarki.
c.
Ranah belajar afektif
Dalam garis besarnya ranah afektif
sebagai berikut:
1. Menerima
(memperhatikan) ada kepekaan terhadap adanya kondisi,gejala,keadaan atau
masalah tertentu.
2. Merespon.
Memberi reaksi terhadap suatu gejala secara terbuka.
3. Menghargai
. memberi penilaian atau kepercayaan kepada suatu gejala yang cukup konsisten.
4. Organisasi.
Mengembangkan nilai-nilai sebagai suatu sistem,termasuk hubungan antar nilai
dan tingkat prioritas nilai-nilai itu.
5. Karakteristik
suatu nilai atau perangkat nilai.
d.
Ranah belajar Psikomotor
Ranah ini kurang mendapat perhatian para
pendidik dibandingkan dengan kedua ranah lainnya.
e.
Pandangan atas ketiga ranah
Bila kita tinjau secara horizontal, maka
kita lihat adanya kesamaan pada tiap tingkatan,khususnya pada tingkat rendah
dan paling tinggi. Misalnya pada tingkat rendah :
Kognitif _ pengetahuan dasar - mengingat
informasi
(S
– R)
Afektif - nilai dasar - pembentukan
kebiasaan
(S
– R)
Psikomotor - reaksi dasar - respons terhadap stimulus
(S
– R)
f.
Perumusan masalah
Ketiga ranah belajar harus diperhatikan
dengan cermat dalam perumusan tujuan umum. Pendesai kurikulum harus merumuskan
dengan jelas apakah yang diharapkan sebagai hasil belajar siswa,apakah tujuan
pelajaran.atau memupuk pengertian dan penghargaan atas keanekaragaman geografis
tanah air kita ini.
5. STRATEGI DAN SUMBER MENGAJAR
a.
Strategi mengajar
Strategi mengajar adalah pendekatan umum
dalam mengajar dan tidak begitu terinci dan bervariasi dibanding dengan
kegiatan belajar siswa seperti yang dicantumkan dalam rencana instruksional
atau persiapan satuan pelajaran.
Tiap strategi mengajar mempunyai
sejumlah kebaikan akan tetapi disamping itu ada pula kelemahan masing-masing.
b.
Sumber mengajar
Sumber mengajar sudah harus diusahakan
pada pedoman kurikulum. Pada taraf ini hendaknya dikerahkan sedapat mungkin
tenaga pengajar untuk bersama-sama menyiapkan segala sumber mengajar yang
diperlukan. Sumber-sumber mengajar biasanya banyak memerlukan waktu untuk
mngembangkannya oleh sebab itu sebaiknya dikembangkab oleh team daripada oleh
individu secara tersendiri. Sumber mengajar yang siap dibuat harus segera
dicatat dalam katalog. Agar sistematis diberi kode tertentu. Sumber itu
disimpan dilokasi yang sentral agar mudah digunakan oleh setiap pengajar.
6. MEMDESAIN RENCANA EVALUASI
KURIKULUM
a.
Tujuan evaluasi
Tujuan
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa ketercapaian tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui
kurikulum yang bersangkutan indikator kinerja yang akan dievaluasikan yang
merupakan efektivitas program.
Dalam sebuah
evaluasi harus berpatokan pada kurikulum atau silabi dan dirancang secara jelas
yaitu apa yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilai, dan interpretasi
hasil penilaian.
Beberapa
prinsip yang harus dipegang dalam suatu pelaksanaan evaluasi pendidikan:
1.
Keterpaduan.
Evaluasi
tersebut harus memegang pada prinsip-prinsip
keterpaduan atau keselarasan. Dimana ada kesesuaian antara tujuan
intruksional pengajaran tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, dan metode
pembelajaran.
2.
Keterlibatan peserta didik
Dalam sebuah
prinsip evaluasi harus memperhatikan
keterlibatan peserta didik merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan
peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif dan seluruhnya mempunyai
keterkaitan yang erat.
3. Koherensi
Suatu
evaluasi pendidikan harus berkaitan dengan materi pembelajaran yang telah
dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur.
Dan keselarasan peseta didik dengan pembelajaran harus sesuai.
4. Pedagogis
Pedagogis
adalah seni dalam mengajar. Prinsip evaluasi pendidikan yang ketujuah adalah
perlu adanya alat penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap
dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi
diri siswa atau peserta didik.
5. Akuntabel
Sudah
semestinya hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan
pertanggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seperti orangtua siswa,
sekolah, dan lainnya.
b.
Proses dan metodologi penilaian
Berbagai
model desain kurikulum memerlukan berbagai cara evaluasi yang berbedah pula.
Salah satu contoh model yang sering digunakan adalah desain tujuan. Evaluasi
ini terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:
Pelaksanaan
evaluasi internal à Rancangan
revisi à Pendapat ahli à Komentar yang dapat dipercaya à Model
kurikulum.
Dalam
program evaluasi ini masih terdapat perbedaan pendapat tentang apakah ahli yang
melaksanakan kurikulum harus juga ahli dalam bidang ilmu tersebut. Banyak
peneliti yang berpendapat bahwa jika ahli tersebut mempunyai kekurangan dalam
teknik evaluasi kurikulum, mungkin akan dihasilkan hal-hal yang bias. Meskipun
demikian, ada pula ahli yang mengemukakan empat langkah evaluasi kurikulum yang
berfokus pada tujuan, yaitu evaluasi awal, evaluasi formatif, evaluasi
sumatif, dan evaluasi jangka panjang.
Dari dua
macam pendapat tadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika dikatagorikan secara
personal, evaluasi ini berupa evaluasi internal dan eksternal. Apabila
dikatagorikan secara sifat, terdapat dua macam evaluasi, yaitu evaluasi
formatif dan sumatif. Pada saat ini terdapat berbagai model
evaluasi yang dapat dijadikan pegangan untuk mendesain proses dan metode
penilaian kurikulum. Model mana yang digunakan bergantung pada tujuan evaluasi,
waktu dan biaya yang tersedia dan tingkat kecermatan dan kespesifikan yang
diinginkan.
Di bawah ini
akan kita bicarakan lima model secara singkat:
a.
Model
Deskrapansi Provus
Model ini
termasuk model yang paking mudah direncanakan dan dilaksanakan. Dari sini kita
hanya membandingkan hasil atau performance yang nyata dengan standart yang
telah dtentukan. Kesulitan yang paling besar ialah merumuskan standart
performance yang cukup spesifik agar dapat digunakan untuk mnegukur
diskrepansi, yakn beda performance yang standart.
b.
Model
Kontongensi-kontingensi Stake
Yang menarik
arhatian stake ialah bahwa hasil yang diharapkan oleh pengajar sering berbeda
dengan hasil yang nyata menurut penelitian objektif oleh team ahl penilai
eksternal. Guru berusaha mencapai tujuan khusu tertentu, akan tetapi ternyata
hasil belajar siswa berbeda sekali dengan apa yang diharapkan guru itu.
Model Stake
meneliti tiga variable yakni antiseden, transaksi, dan hasil belajar,
masing-masing ditinjau dari segi “apa yang diharpakan” dan “apa yang diamati.”
Selain juga
diselidiki “contigency” atau hubungan antara antiseden, transaksi, dan hasil
belajar seperti yang diharapkan dan yang diobservasi. Kontingensi pada bagian
yang diharapkan ditinjau secara logis, yakni seperti apa yang diharapkan oleh
guru mengenai transaksi berdasarkan entry behavior siswa dan bagaimana
hasil-hasil yang diharapkan oleh guru setelah proses belajar mengajar. Pada
bagian observasi hubungan antara ketiga aspek itu diselidiki berdasarkan data
yang nyata.
c.
Model CIPP
Stufflebeam
CIPP
(Contect – input – Process – Product = Konteks – input – Proses - Produk)
adalah suatu model evaluasi yang dikembangkan oleh Stufflebeam cs yang
bertujuan untuk membantu dalam perbaikan kurikulum, tetapi juga untuk
memnagmbil keputusan apakah program itu dihentikan saja.
Model ini
mengan dung empat komponen, yakni konteks, input, proses, dan produk, dan
masing-masing perlu penilaian sendiri. Evaluasi konteks meliputi penelitian
mengenai lingkungan sekolah, pengaruh-pengaruh di luar sekolah.
Model ini
mengutamakan evaluasi formatif yang kontinu sebagai cara untuk meningkatkan
hasil belajar. Namun focus penilaian bukan hanya hasil belajar melainkan
keseluruhan kurikulum serta lingkungannya (CIPP).
Penilaian
dilakukan dengan membandingkan performance yang nyata dengan penilian yang
telah disepakati. Menentukan standart harus mempertimbangkan banyak factor.
Antara lain performance siswa dalam bidang kognitif, afektif, dan psikomotor,
kemampuan guru mengajar, administrasi sekolah, fasilitas, alat dan sumber
mengajar, kurikulum, pedoman intrukional, determinan kurikulum, falsafah, dan
mis lembaga. Data yang dikumpulkan dibandingkan dan dinilai berdasarkan
standart itu.
d.
Model
Transformasi Kualitatif Eisner
Menurut
observasi Eisner pendidikan telah terlampau jauh bergerak kea rah akuntabilitas
yang ketat seperti yang terdapat dalam perusahaan dan indutri. Eisner
berpendapat bahwa pendidikan adalah kegiatan yang bercorak artistic selain
mengandung unsur latihan. Jika belajar mengajar pada hakikatnya artistic maka
proses evaluasinya harus apa yang dilakukan dalam kritik seni. Maka kritik
kurikulum hendaknya berusaha melihat aspek individual yang signifikan dalam
pelaksanaan kurikulum. Proses kurikulum hendaknya meliputi tiga aspek yakni
yang bersifat (1) deskriptif, (2) interpretative, dan (3) evaluative.
Penilaian
berdasarkan atas standart klasik mengenai apakah yang berharga dan bernilai
dengan melakukan interpretasi intuitif oleh pakar dalam lapangan ini. Tidak
ditemukan standart secara arbitrer oleh sebab menghargai aspek kepribadian
dalam performance seseorang.
e.
Model
lingkaran Tertutup Corrigan
Model ini
mengandung komponen dari model evaluasi lainnya. Ciri utama model Corrigan ini
ialah adanya system balikan formatif-korektif selain proses evaluasi
sumatif-terminal. Tiaphasil evaluasi mengenai tiap langkah digunakan sebagai
balikan agar segera dapat diadakan perbaikan, dapat diisi kesenjangan atau
ditiadakan tumpang tindih, jadi model ini mengandalkan tinjauan yang kontinu
dan tidak menunggu sampai akhir program.
Seperti
halnya dengan Provus, model Corrigan menggunakan analisis diskrepansi antara
apa yang dicapai dengan standar yang diinginkan. Analisis diskrepansi langsung
digunakan sebagai alat korektif. Dengan demikian perbaikan juga dilakukan
denga terus menerus pula. Evaluasi hanya dapat dialakukan bila ditetapkan
standar sebagai alat mengukur keberhasilan tiap langkah.
Kelima model
evaluasi kurikulum yang kami bicarakan di atas sangat singkat dan sekdar untuk
memperkenalkannya saja. Bila kita bermaksud untuk menerapkannya kta harus
mempelajarinya secara lebih mendalam dari buku-buku yang khusus membicarakan
model evaluasi tertentu.
c.
Komponen desain evaluasi
Setelah
seorang evaluator memilih satu atau semua strategi tersebut, ia selanjutnya
perlu membuat rencana rincian atau desain yang lengkap dalam upaya implementasi
evaluasi. Rencana tersebut terdiri atas beberapa komponen berikut:
a.
Penentuan
garis besar evaluasi
·
Identifikasi
tingkat pembuatan keputusan; dan
·
Proyek
situasi keputusan bagi setiap tingkat pembuatan keputusan dengan menetapkan
lokasi, fokus, waktu, dan komposisi alternatifnya.
b.
Pengumpulan
informasi
·
Spesifikasi
sumber-sumber informasi yang akan dikumpulkan;
·
Spesifikasi
instrumen dan metode pengumpulan informasi yang diperlukan;
·
Spesifikasi
prosedur sampling yang akan digunakan; dan
·
Spesifikasi
kondisi dan skedul informasi untuk dikumpulkan.
c.
Organisasi
informasi
·
Spesifikasi
format informasi yang akan dikumpulkan; dan
·
Spesifikasi
alat pengkodean, pengorganisasian, dan penyimpanan informasi.
d.
Analisis
informasi
Spesifikasi
prosedur analisis yang akan dilaksanakan dan spesifikasi alat untuk
melaksanakan analisis.
e.
Pelaporan
informasi
·
Penentuan
pihak penerima (audience) laporan evaluasi;
·
Spesifikasi
alat penyedia informasi pada penerima informasi;
·
Spesifikasi
format laporan informasi; dan
·
Jadwal
pelaporan informasi.
f.
Administrasi
evaluasi
·
Rangkuman jadwal
evaluasi;
·
Penentuan
staf dan berbagai tuntutan sumber, serta perencanaan pemenuhan tuntutan
tersebut;
·
Spesifikasi
alat untuk memenuhi tuntutan kebijakan dalam melaksanakan evaluasi; dan
·
Penilaian
keampuhan desain evaluasi guna menyediakan informasi yang valid, reliable,
credible, dan sesuai dengan waktu yang tersedia.
d.
Mengumpulkan, Menyusun dan Mengolah Data
Jenis data yang dikumpulkan akan sangat berbeda bagi setiap langkah. Dalam menilai TIU dan TIK, data yang dikumpulkan harus bertalian dengan kebutuhan menurut analisis masalah.
Data yang dikumpulkan bagi evaluasi pada umumnya termasuk dua kategori:
1. Data “keras” berupa fakta seperti score test, absensi, pembiayaan, dan sebagainya.
2. Data “lunak” seperti persapsi dan pendapat orang yang dapat berbeda-beda.
Alat yang digunakan juga berbeda menurut model evaluasi dan tujuan evaluasi. Alat pengumpulan data keras pada pokoknya mengumpulkan data berupa score, jumlah, dan taraf atau skala.
Kemudian langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan data agar dapat diolah. Proses pengolahan secara artistik maupun analitik harus diuraikan dengan jelas dalam metodologi penilaian.
Jenis data yang dikumpulkan akan sangat berbeda bagi setiap langkah. Dalam menilai TIU dan TIK, data yang dikumpulkan harus bertalian dengan kebutuhan menurut analisis masalah.
Data yang dikumpulkan bagi evaluasi pada umumnya termasuk dua kategori:
1. Data “keras” berupa fakta seperti score test, absensi, pembiayaan, dan sebagainya.
2. Data “lunak” seperti persapsi dan pendapat orang yang dapat berbeda-beda.
Alat yang digunakan juga berbeda menurut model evaluasi dan tujuan evaluasi. Alat pengumpulan data keras pada pokoknya mengumpulkan data berupa score, jumlah, dan taraf atau skala.
Kemudian langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan data agar dapat diolah. Proses pengolahan secara artistik maupun analitik harus diuraikan dengan jelas dalam metodologi penilaian.
f.
Menganalisis dan Melaporkan Data
Proses analisi data langsung berhubungan dengan tujuan
evaluasi. Jika misalnya tujuan satu telah jelas dipaparkan, maka proses
analisis langkah itu menjadi jelas pula.
Laporan
evaluasi biasanya terdiri atas tiga hal, yakni :
a.
Hasil-hasil, yaitu apa
yang telah ditemukan berdasrakan data yang telah dikumpulkan.
b.
Kesimpulan, yaitu
keputusan yang dapat diambil berdasarkan data itu dan apakah data telah cukup
untuk mendukung keputusan itu.
c.
Rekomendasi,
apakah cukup
data untuk mendukung kelangsungan kurikulum, ataukah disarankan agar dijalankan
lanjutan penilaian agar diperoleh data yang lebih banyak.
Desain
evaluasi kurikulum harus dimasukkan sebagai bagian integral dari Pedoman
Kurikulum, bila kita ingin memperoleh gambaran yang jelas mengenai keamphan dan
kelemahan Pedoman kurikulum itu. Sebaiknya kita kumpulkan pula data anteseden
menganai keadaan sekolah serta kurikulumnya sebelum dilaksanakan kurikulum baru
agar dapat diaadakan perbandingan tentang perubahan-perubahan yang telah
terjadi.
Desain
evaluasi kurikulum harus disiapkan dnegan cermat dan meliputi antara lain :
a.
Beberapa
kali dan kapan akan diadakan evaluasi, proses apa yang akan dijalankan ?
b.
Data apa
yang akan dikumpulkan, dari siapa, oleh siapa ? dan kapan ?
c.
Siapakah
yang akan bertanggungjawab atas pengumpulan dean analisis data ?
d.
Keputusan
apa yang kan diambil menganai kurikulum, kapan, dan oelh siapa ?
Hanya berkat
evaluasi kurikulum kita data mengetahui dimana kita berada dan kemana kita
pergi. Tanpa kedua titik orientasi itu proses kurikulum maupun intruksional
seakan-akan kita biarkan bekelana tanpa kita ketahui kemana arahnya.
7. DESAIN RENCANA INSTRUKSIONAL PENGAJARAN AFEKTIF
Pengajaran afektif
Untuk memahami dasar-dasar pengembangan sistem dan disain instruksional,
perlu diketahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan
"Pengajaran" (instruction). Menurut Merril (1971, p. 10),
"pengajaran" adalah suatu kegiatan di mana seseorang dengan sengaja
diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia dapat bertingkah laku atau bereaksi
trrhadap kondisi tertentu. Pengajaran merupakan salah satu bagian dari
keseluruhan kegiatan mengajar. Termasuk di dalamnya adalah menyiapkan
pengalaman yang siap dipakai, mengrejakan tugas-tugas administrasi, mengadakan
pendekatan terhadap siswa,dan sebagainya. Pengajaran berbeda dengan
pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum meliputi penyusunan disain
suatu bidang studi (subject matter) dari suatu tingkat sekolah atau lembaga
pendidikan tertentu. Pengajaran lebih menekankan pada aspek bagaimana (how to),
sedang pengembangan kurikulum lebih menekankan pada aspek "apa" (what
to). Keputusan yang berkenaan dengan kurikulum berorientasi kepada isi atau
materi (content oriented), sedang putusan yang berkenan dengan pengajaran
adalah berorientasi kepada proses (process oriented). Pengajaran erat berkait
dengan belajar namun tak persis sama. Belajar merupakan suatu proses yang
berlangsung sepanjang kehidupan makhluk hidup. Pengajaran hanya berlangsung
manakala usaha tertentu telah dibuat untuk mengubah suatu keadaan sedemikian
rupa, sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai. Dengan demikian
"kesengajaan" merupakan karakteristik dari suatu pengajaran.
Apakah yang dimaksudkan dengan Pengembangan Sistem lnstruksional?Dihubungkan dengan pengertian "Instruction" seperti tersebut di atas, maka definisi pengembangan sistem instruksional adalah "suatu. proses menentukan dan menciptakan situasi dari kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya" (Carey, 1977, p. 6). Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para penyusun disain instruksional dapat menilai efektifitas suatu disain. Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasar prosedur yang sistematis, pengamatan yang tepat, dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh secara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata,
Apakah yang dikerjakan oleh para pengembang sistem dan disain instruksional ? Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan disain instruksional meliputi:
Apakah yang dimaksudkan dengan Pengembangan Sistem lnstruksional?Dihubungkan dengan pengertian "Instruction" seperti tersebut di atas, maka definisi pengembangan sistem instruksional adalah "suatu. proses menentukan dan menciptakan situasi dari kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya" (Carey, 1977, p. 6). Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para penyusun disain instruksional dapat menilai efektifitas suatu disain. Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasar prosedur yang sistematis, pengamatan yang tepat, dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh secara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata,
Apakah yang dikerjakan oleh para pengembang sistem dan disain instruksional ? Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan disain instruksional meliputi:
- Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning outcomes).
- Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
- Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
- Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
- Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
- Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.
- Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka 1.
- Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu
- berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
- Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam
kegiatan belajar mengajar bila ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan
hasil yang telah ditentukan.
Dua Macam Proses Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara: 1). Dengan pendekatan secara empiris: Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi) pengajaran diulang.. Tentu saja pendekatan semacam ini mempunyai beberapa kelemahan. (a). Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk mengembangkan suatu materi pengajaran. (b). Berulang kalinya pembuatan materi (paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kau uji coba, dan ini berarti kurang efisien. (2). Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach). Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasifikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk mencapainya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa diciptakan, dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di dalam penyusunan disain instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model tersebut.
Apakah yang dimaksud dengan model (paradigm) Pengembangan Sistem Instruksional ?Model pengembangan sistem instruksional sering dibedakan dengan teori belajar dalam beberapa hal. Teori belajar atas dasar ilmu jiwa eksperimen terutama tertarik untuk menjelaskan proses yang terjadi warga belajar, apa yang menyebabkan ia berubah tingkah lakunya sebagai hasil yang diperoleh dari pengalaman atau interaksinya dengan lingkungan belajar. Juga titik beratnya adalah pada mekanisme yang terjadi pada warga belajar.
Model pengembangan sistem instruksional di lain pihak, berusaha untuk menentukan prosedur secara khusus dalam mengamati berbagai macam klasifikasi tingkah laku warga belajar, dan prosedur untuk mengubah rangsangan sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam suatu interaksi dengan lingkungan. Jadi, titik beratnya ialah pada mekanisme dan proses dalam suatu macam lingkungan tertentu, dalam suatu susunan tertentu untuk membawa perubahan tingkah laku siswa.
Psikologi belajar lebih banyak mempersoalkan keadaan (conditions) yang diperlukan untuk membuat belajar lebih efektif dan efisien. Meski antara teori belajar dan pengembangan sistem instruksional sangat erat hubungannya, namun ada perbedaan sedikit mengenai penekanannya. Teori belajar menjelaskan fungsi-fungsi yang ada di dalam siswa, sedang pengembangan sistem instruksional menentukan kondisi dan lingkungan untuk mengubah dan mengamati perubahan tingkah laku siswa.
Siapakah yang dimaksud dengan Pengembang Sistem dan Disain Instruksional ?Mengingat pengembangan sistem dan disain instruksional bisa terjadi pada berbagai tingkat dan macam bidang, maka kelompok-kelompok berikut adalah merupakan contoh "developer dan designer":
- Guru Sekolah. Para guru sekolah dapat dipandang sebagai "developer dan designer". Namun ada perdebatan mengenai hal ini, sebab kenyataannya banyak para guru hanyalah sekedar pemakai hasil orang lain, misalnya buku teks, modul, pengajaran berprograma,dan sebagainya.
- Pengarang. Para pengarang paket pengajaran seperti modul, buku paket, kumpulan tes, diktat, dapat pula dipandang sebagai "developer dan designer". Namun perlu dipertanyakan, seberapa banyak prinsip-prinsip pengembangan instruksional diterapkan oleh para pengarang tersebut ?
- 3. Pendidikan dan ahli psikologi. Kelompok ini berfungsi sebagai "developer dan designer" dalam usahanya untuk mengembangkan model-model, mencobakan dan menemukan model-model yang baru.
- "Developer dan Designer" yang profesional. Di luar kelompok 1-3 tersebut menurut Kemp (1977, p. 5), muncul peranan baru yang disebut "profesional instructional developer dan designer". Ini ada!ah kelompok yang berusaha bertindak sebagai "guidance" dan membantu para guru danteam perencana untuk mengembangkan semua aspek program baru.
Di USA profesi pengembang sistem dan disain instruksional telah meluas di
kalangan perusahaan swasta dan militer. Kelompok ini, dengan penuh kesadaran,
menerapkan prinsip-prinsip pengembangan sistem instruksional, baik dengan
menggunakan pendekatan empiris maupun teoritis (paradigm dan model). Bagaimana
haanya dengan di Indonesia? Profesi pengembang sistem dan disain instruksional
di Indonesia dewasa ini nampaknya masih belum nampak secara tegas. Fungsi ini
kebanyakan masih dirangkap oleh para guru, para dosen dan administrator yang
terutama bekerja pada proyek-proyek yang sifatnya temporer seperti penulis
modul, skrip untuk program radio, kaset, slide suara, proyek pengembangan
kurikulum dan sebagainya. Fungsi "developer dan designer" di
Indonesia dewasa ini nampaknya juga masih banyak yang dirangkap oleh para
peneuti dalam bidang pendidikan, misalnya percobaan penggunaan modul baik di
Perguruan Tinggi maupun pada tingkat SLTA ke bawah, percobaan
penggunaan televisi dan radio untuk pendidikan, penyusunan paket buku dan
sebagainya. Kesemuanya masih dititikberatkan pada penelitian semata, tidak
dititikberatkan pada pengembangan sistem instruksional secara keseluruhan
sehingga peneutian di sini adalah merupakan bagian integral dari pengembangan
sistem tersebut.
a.
Mengadakan assesment, men-diagnosis
Assesment diadakan pada beberapa fase yakni pada permulaan proses
instruksional,selama proses mengajar,dan pada akhirnya.
b.
Perencanaan
Perencanaan adalah suatu cara mengantisifasi dan
menyeimbangkan perubahan, maksudnya berasumsi bahwa pwerubahan harus selalu
terjadi,Robbins(1982). Perubahan harus diantisipasi, karena perubahan pada
organisasi pengajaran tidak jauh beda dengan perubahan diluar pengajaran yang
berarti berusaha merubah organisasi agar sejalan dengan perubahan
lingkungan,karena kadang berbeda hingga mengalami kegoncangan.
Perencanaan pengajaran terjadi pada dua
tingkatan,yakni :
a)
Tingkat kurikulum umum (tingkat makro)
b)
Tingkat instruksional yang spesifik untuk pengajaran
dalam kelas (tingkat mikro).
Perlunya perencanaan pembelajaran
agar tercapai perbaikan dengan upaya dan asumsi sebagai berikut:
1. Untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan pembelajaran yang
diwujudkan dengan adanya disain pembelajaran
2. Untuk
merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekaatan system.
3. Perencanaan
disain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseorang belajar
4. Untuk
merencanakan suatu disain pembelajaran diacukan pada siswa secara perorangan.
5. Pembelajaran
yang dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran, dan tujuan
pengiring dari pembelajaran.
6. Sasaran
akhir dari perencanaan disain pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk belajar.
7. Perencanaan
pembelajaran harus melibatkan semua variable pembelajaran
8. Inti dari
disain pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.Prinsipnya ada tiga, yaitu:
1. Tidak ada
satu metodepun yang unggul untuk semua tujuan dalam semua kondisi
2. Metode yang
berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten pada hasil pembelajaran
3. Kondisi
pembelajaran yang berbeda bisa memiliki pengaruh yang konsisten pada pengajaran
Sedangkan syarat-syarat untuk
merencanakan dan menyusun pengajaran,adalah:
1. Mengajar
harus memiliki dasar pengetahuan tentang apa yang akan diajarkan
2. Mengetahui
apa yang hendak dicapai
3. Pengajar
mampu menjabarkan pokok bahasan dalam suatu silabus yang dibuat sendiri
4. Sudah
berkonsultasi dengan ahlinya
5. Pengalaman
mengajar menjadi bahan pertimbangan
Menurut Gerlach dan Ely tentang
konsep pendekatan sistem dalam perencanaan dan pengajaran terdiri dari 10
komponen, yaitu:
1. Spesisifikasi
isi pokok bahasan (spesifikation of content)
2. Spesifikasi
tujuan pengajaran (spesifikastion objectives)
3. Pengumpukan
dan penyaringan data tentang siswa ( Assesment pf entering behavior)
4. Penentuan
cara pendekatan,metode,dan tekhnik mengajar (determination of strategy)
5. Pengelompokan
siswa (organitation of groups)
6. Penyediaan
waktu (allocation of time)
7. Pengaturan
ruangan (allocation of space)
8. Pemilihan
media (allocatin of resources)
9. Evaluasi
(evaluation of performance)
10. Analisis
unmpan balik (analysis of feedback)
Fungsi perencanaan pada dasarnya
adalah suatu proses pengambilan keputusan sehubungan dengan hasil yang
diinginkan, dengan penggunaan sumber daya dan pembentukan suatu sistem
komunikasi yang memungkinkan pelaporan dan pengendalian hasil akhir serta
perbandingan hasil-hasil tersebut dengan rencana yang di buat.
Banyak kegunaan dari pembuatan
perencanaan yakni terciptanya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan
perusahaan, dapat melakukan koreksi atas penyimpangan sedini mungkin, mengidentifikasi
hambatan-hambatan yang timbul menghindari kegiatan, pertumbuhan dan perubahan
yang tidak terarah dan terkontrol.
c.
Pengajaran efektif
Guru yang
efektif :
1) Mulai dan
mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya
2) Berada terus
didalam kelas dan menggunakan sebagian besar dari jam pelajaran untuk mengajar
dan membimbing pelajaran.
3) Memberi
ikhtisar pelajaran lampau sebelum memulai pelajaran baru
4) Mengemukakan
tujuan pelajaran pada permulaan pelajaran
5) Menyajikan
pelajaran baru langkah demi langkah dan memberi latihan pada tiap akhir langkah
6) Memberi
latihan praktis yang mengaktifkan semua siswa
7) Mengadakan
evaluasi berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan
8) Mengadakan
review atau ulangan tiap minggu secara teratur.
8. MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR
DAN MEMECAHKAN MASALAH
Pemecahan
masalah bukan perbuatan yang sederhana,akan tetapi lebih kompleks dari pada
yang diduga pemecahan masalah memerlukan keterampilan berpikir yang banyak
ragamnya termasuk mengamati,melaporkan,mendeskripsi,menganalisis,mengklasifikasi,
menafsirkan,mengkritik,meramalkan,menarik kesimpulan,dan membuat generalisasi
berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan diolah.
a.
Pendekatan-pendekatan dalam pemecahan
masalah
§ Pendekatan
reaktif(seseorang dihadapkan dengan suatu masalah)
§ Pendekatan
antisipatif(melihat masalah sewaktu mulai berkembang)
§ Pendekatan
reflektif(mengambil waktu untuk memikirkan suatu masalah secara mendalam)
§ Pendekatan
impulsif(bertindak impulsif dalam menghadapi masalah,ia lebih mengikuti instink
atau perasaan dari pada refleksi atau pemikirannya.
b.
Proses pemecahan masalah
Langkah-langkah pemecahan masalah yang
paling terkenal ialah apa yang dikemukakan oleh John Dewey, yakni:
1. Mengidentifikasi
dan merumuskan masalah
2. Mengemukakan
hipotesis
3. Mengumpulkan
data
4. Menguji
hipotesis
5. Mengambil
kesimpulan
c.
Unsur-unsur keterampilan berpikir
1. Mengamati
2. Melaporkan
3. Mengklasifikasi
4. Memberi
label
5. Menyusun
dan mengurutkan
6. Menginterpretasi
7. Membuat
inferensi
8. Memecahkan
problema
9.
PERENCANAAN
INSTRUKSIONAL UNTUK TUJUAN AFEKTIF
a.
Tujuan pendidikan nilai-nilai
Pendidikan nilai-nilai adalah proses
membantu siswa menjajaki nilai-nilai yang mereka miliki secara kritis agar
meningkatkan mutu pemikiran dan perasaan mereka tentang nilai-nilai.Nilai
merupakan suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang bersifat
tersembunyi, nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan
buruk indah dan tidak indah dan lain sebagainya. Dengan demikian pendidikan
nilai pada hakikatnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan,
oleh karena itu siswa dapat berprilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya
baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat
tersebut. Kalau berbicara tentang pendidikan tentu tidaklah mudah seperti
membalikkan telapak tangan tentunya banyak sekali keterkaitan antara satu
dengan yang lain dengan berbagai unsure komplek yang membangun pendidikan
tersebut. Unsure penentu dalam mencapai tujuan itu diantaranya kebijakan
pemerintah kurikulum, guru(ini merupakan ujung tombak penentu tercapai tujuan
pendidikan) peserta didik dan tingkat kedewasaan, yang sesuai dengan usiadan
tingkat pendidikan serta infra struktur belajar berupa ketersediaan sarana dan
prasarana pendidikan yang memadai. Dari sekian banyak unsur pendukung tersebut
pada hakikatnya bermuara pada tujuan pendidikan nasional yang dimuat dalam
undang-undang RI tentang system pendidikan Nasional atau UUSPN 28 Agustus 2003
memuat tujuan menjadi manusia beriman, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa,
berahlak mulia, sehat jasmani dan rohani, kerja keras, mandiri, estetis
berilmu, kreatif, produktif, mampu bersaing, cakap, demokratis memiliki wawasan
keunggulan, harmonis dengan lingkungan alam, memiliki tanggung jawab sosial,
dan memiliki semangat kebangsaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (pasal
4, UUSPN, 28 Agustus 2003).
Pendidikan
adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu
menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan
menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara
kekuatan dalam kehidupan masyarakat. Setelah membahas pengertian pendidikan,
timbullah pemikiran tentang hal-hal apa yang terdapat didalam proses
pendidikan. Perhatian pada proses terjadinya pendidikan mengarah pada pemikiran
tentang komponen-komponen pendidikan. Komponen merupakan bagian dari suatu
system yang memiliki peran dalam berlangsungnya suatu proses untuk
mencapai tujuan pendidikan. Ada komponen tersebut adalah; kurikulum pendidikan,
paket instruksi, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, metode pendidikan,
peserta, evaluasi pendidikan, anggaran pendidikan, fasilitas pendidikan. Oleh
sebab itu untuk mencapai tujuan pendidikan perlu adanya kerjasama dengan
berbagai komponen pendidikan dari sekian banyak komponen pendidikan
dibahas yang berasal dari siswa, sebagai penentu untuk mencapai tujuan
pendidikan, faktor belajar siswa mempunyai peranan yang tinggi factor tesebut
diantaranya adalah factor intern dan interen
1.
Fakor intern
Dalam
membicarakan factor intern akan dibahas tiga factor yaitu factor jasmaniah,
factor psikologis, dan factor kelelahan
a.
Faktor
jasmaniah
Sehat
berarti dalam keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya bebas dari
penyakit. Proses belajar akan terganggu apabila kesehatan seseorang terganggu,
agar anak didik dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan
baukan hanya jasmaniahnya lebih-lebih rohaniyahnya. Agar kesehatan tetap
terjamin seseorang harus melakukan ketentuan-ketentuan seperti, bekerja,
belajar, istirahat, tidur, makan, rekreasi, dan ibadah.
b.
Faktor
psikologis
Paling tidak
ada tujuh factor yang tergolong ke dalam factor psikologis yang mempengaruhi
belajar. Factor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, dan kelelahan. Semua faktor ini sangat mempengaruhi belajar.
c.
Faktor
kelelahan
Kelelahan
pada seorang walaupun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu kelelahan jasmaniah dan kelelahan rohaniah(bersifat psikis)
2.
Faktor
ekstern
Faktor
ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapat dikelompokan sebagai berikut.1
faktor keluarga, 2.faktor sekolah, 3.faktor masyarakat. ketiga factor diatas
dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Faktor
keluarga
Siswa yang
mengikuti belajar akan mendapat pengaruh dari keluarga dari cara orang tua
mendidik, kerja sama antar keluarga, suasana keluarga, keadaan ekonomi keluarga
b.
Faktor
sekolah
Faktor
sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplis sekolah, pelajaran dan waktu
sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar,dan tugas rumah.
c.
Faktor
masyarakat
Masyarakat
merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Factor
tersebut karena keberadaan siswa dalam masyarakat.
b.
Pendidikan moral
Pendidikan moral berkenaan dengan
pertanyaan tentang yang benar dan yang salah dalam hubungan
interpersonal,antara manusia dengan manusia lainnya,yang meliputi konsep
seperti harkat manusia,harga diri manusia,keadilan sosial,kepedulian terhadap
sesama manusia,kesamaan hak,sikap saling menghargai,dan sebagainya.
Tujuan pendidikan moral ialah membantu
siswa agar lebih mampu memberi pendapat yang bertanggung jawab,adil dan matang
mengenai orang lain.
c.
Pendidikan afektif
Pendidikan afektif mencakup pendidikan
nilai-nilai dan pendidikan moral.pendidikan mencakup apa yang diuraikan oleh
david krathwohl dkkmengenai ranah afektif
Tujuan pendidikan afektif ialah membantu
siswa agar ia meningkat dalam hierarki afektif,yakni dari tingkat paling bawah
melalui tingkat merespon terhadap nilai-nilai,kemudian menghargainya,merasa
komitmen terhadap nila-nilai dan akhirnya menginternalisasikan nilai-nilai yang
diterima oleh masyarakat,sangat esensisal bagi kehidupan individu dalam
masyarakat.
d.
Nilai-nilai dan fungsi otak
Penelitian tentang fungsi otak mulai
memberi pengertian baru tentang organisasi otak,cara otak menghasilkan kognisi
dan mempengaruhi sistem kepercayaan,sikap,dan nilai-nilai kita.
Penemuan itu mengemukakan thesis bahwa :
1) Belahan
otak,kiri dan kanan masing-masing terpisah dan merupakan kesatuan tersendiri.
2) Tiap
belahan memiliki kemampuan khusus yang berbeda beda
3) Tiap
bagian mempunyai fungsi kognitif dan afektif yang khas.
Fungsi
otak kiri :
-
Berpikir logis
-
Verbal
-
Inferensi
-
Membentuk hubungan
-
Sistem “mistik”
Fungsi otak kanan
-
Memanipulasi objek
-
Respons emotif
-
Taktil
-
Estetika
-
Kreativitas
e.
Arah dan intensitas valensi
Mengajar adalah proses mengubah
kelakuan.
Peran guru dalam proses ini adalah :
-
Menciptakan kesempatan bagi siswa untuk
menerima dan menganalisis informasi baru
-
Membantu dan (membimbing siswa agar
memperoleh kelakuan baru, misalnya mempelajari cara baru dalam berpikir,berbuat
dan merasakan.
10.
PENDIDIKAN
AFEKTIF,PERSPEKTIF,HISTORIS DAN MODEL-MODEL
PENDIDIKAN AFEKTIF
a.
Pengaruh filosofi sosial dalam
pendidikan afektif
Ada emapat garis pikiran utama yang
tampil dalam abad ke-17,18,dan 19 yang memberi pengaruh besar terhadap hakikat
pendidikan afektifdi dunia barat.
Pendekatan-pendekatan ini diwakili oleh
:
1. Thomas
hobbes (teori kontrak sosial)
2. Jean
jacques rousseau (naturalisme)
3. Immanuel
kant (rasionalisme)
4. Emile
durkheim (teori konteks sosial)
b.
Pengaruh psikologi terhadap pendidikan
afektif
Pendidikan afektif tidak hanya
dipengaruhi oleh disiplin psikologi,akan tetapi untuk sebagian besar
dikembangkan oleh para ahli psikologi.
Tiga Tokoh psikologi yang memberi
sumbangan besar kepada pendidikan afektif:
1) Sigmund
freud
Menurut psiko-analisis frend,kepribadian
terbentuk dari :
-
Ego (diri,self)
-
Super-ego (diri yang
iedeal,diri-sadar,diri-moral)
-
Id (diri tak sadar)
2) John
dewey
Terdapat tiga tahap utama,yakni tahap:
-
Amoral (anak tak mempunyai rasa benar
atau salah)
-
Konvensional (ia menerima nilai-nilai
dan norma-norma dan orangtua dan masyarakat)
-
Otonomi (ia membuat pilihan sendiri
secara bebas)
3) Jean
piaget
Pendidikan moral berlangsung dalam empat
tahap:
-
Egosentris (anak bermain tanpa sadar
adanya aturan)
-
Heteronomi atau tahap otoriter
-
Otonomi (anak perlu mengakui aturan
dalam kegiatan sosial)
c.
Pengaruh teori kepribadian terhadap
pendidikan afektif
Menurut maslow terdapat enam tingkatan
kebutuhan,yakni :
1. Kepuasan
fisiologis
2. Keamanan
3. Rasa
diterima dan dicintai
4. Harga-diri
5. Aktualisasi-diri
6. Transendensi
d.
Model-model pendidikan afektif
1. Model
konsedirasi
Model ini didasarkan atas kepercayaan :
-
Hidup untuk kepentingan orang lain ialah
pengalaman yang membebaskan.
-
Hanya dengan memberikan
“konsiderasi”kepada orang lain kita dapat mewujudkan diri kita sepenuhnya.
2. Model
pembentukan rasional
Dengan rasional dimaksud alasan
fundamental,dasar rasional.alasan fundamental bagi kelakuan manusia adalah
falsafah bangsa dan negara.
3. Model
pengembangan kognitif
Perkembangan moral terdiri atas tiga
tingkat yang masing-masing mempunyai dua tahap sehingga terdapat enam
tahap,yakni:
-
Tingkat pra-konvensional
-
Tingkat konvensional
-
Tingkat post-konvensional
-
Tingkat otonom/berprinsip
4. Model
masa depan : sains-teknologi masyarakat
Model ini didasarkan atas asumsi
masalah-masalah sosial yang kita hadapi dewasa ini sangat erat berhubungan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.pada umumnya membicarakan tentang
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan deadaan manusia,ideologis dan
sosiologis.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kurikulum dan pembelajaran adalah suatu hal yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain, karena pembelajaran
dapat di laksanakan dengan cara menurunkan apa yang sudah ditetapkan dalam
kuriukulum dari segi tujuan pembelajaran, penentuan bahan ajar, dalam kegiatan
atau strategi belajar, dan juga dalam sitem evaluasi yang beberapa hal itu
merupakan aspek yang dominan harus dijadikan acuan dalam pembelajran yang
menjadikan mutu pendidikan yang sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Suatu pendidikan tidak terlepas dari semua komponen
pendidikan yang satu dengan yang lainnya karena semua itu bagian suatu bagian
system yang harus berjalan secara sistematis dan harmonis, seandainya satu
bagian itu tidak ada mengakibatkan ketidak harmonisan yang dirasakan, tidak
satu komponen lebih-lebih semua kompone-komponen pendidikan lainnya.
Begitu halnya dengan tujuan pendidikan yang dibahas
pada makalah ini, dari sekian banyak pakar ilmu ataupun pemikir pendidikan yang
memberikan pendapatnya tentang tujuan pendidikan seperti yang dijelaskan diatas
semua itu bermuara pada pembentukan moral ataupun ahlak, budi pekerti kepada
manusia lebih-lebih pada sang Pencipta Jagat Raya. Tetapi sangat sedikit siswa
maupun seorang pendidik mempedulikan tujuan pendidikan nilai kepada Sang Maha
Agung yakni Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
S.
Nasution.1989. Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta : Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar