Rabu, 03 Desember 2014

aliran eksistensialisme (TUGAS 3)

EKSISTENSIALISME DALAM PENDIDIKAN
        ’’Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan’’





Disusun Oleh :
Siti Umroh                    2227130538





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAS AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN 2014


A. Sejarah Kemunculan Aliran Filsafat Eksistensialisme
 Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena latar belakang ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat pada masa Yunani ketika itu seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya adalah Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal dan primitif yang sangat dari akademik. Salah satu latar belakang dan alasan lahirnya aliran ini juga karena sadarnya beberapa golongan filusuf yang menyadari bahwa manusia mulai terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat mereka kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia atau mahluk yang bereksistensi dengan alam dan lingkungan sekitar bukan hanya dengan semua serba instant.
B. Pengertian Sederhana Aliran Eksistensialisme
 Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata “eks” yang berarti diluar dan “sistensi” yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.
 Adapun eksistensialisme menurut pengertian terminologinya adalah suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan segala sesuatu terhadap manusia dan segala sesuatu yang mengiringinya, dan dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi atau aktif dengan sesuatu yang ada disekelilingnya, serta mengkaji cara kerja manusia ketika berada di alam dunia ini dengan kesadaran. Disini dapat disimpulkan bahwa pusat renungan atau kajian dari eksistensialisme adalah manusia konkret.
 Selanjutnya adalah ciri-ciri dari aliran eksistensialisme yang terdiri dari 2 ciri, yaitu yang pertama adalah selalu melihat cara manusia berada dan eksistensi sendiri disini diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, dan yang ke-dua adalah manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai serta didasari dari pengalaman yang konkret atau empiris yang kita kenal.
C. Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Eksistensialisme
1. Karl Jaspers
Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri dan memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada jatidirinya kembali.  Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
2. Soren Aabye Kiekeegaard
Mengedepankan teori bahwa eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang kaku dan statis tetapi senantiasa terbentuk, manusia juga senantiasa melakukan upaya dari sebuah hal yang sifatnya hanya sebagai spekulasi menuju suatu yang nyata dan pasti, seperti upaya mereka untuk menggapai cita-citanya pada masa depan.
3. Jean Paul Sartre
“Manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri”. Itu adalah salah satu statement dan mungkin bernilai teori yang terkenal darinya.
4. Friedrich Nietzsche
Menurutnya manusia yang teruji adalah manusia yang cenderung melalui jalan yang terjal dalam hidupnya dan definisi dari aliran eksistensialisme menurutnya adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super dan yang mempunyai mental majikan bukan mental budak supaya manusia tidak diam dengan kenyamanan saja.
5. Martin Heidegger
Inti pemikirannya adalah memusatkan semua hal kepada manusia dan mengembalikan semua masalah apapun ujung-ujungnya adalah manusia sebagai subjek atau objek dari masalah tersebut.
 
EKSISTENSISALISME DALAM PENDIDIKAN


Kurikulum.Kaum eksistensialisme menilai kurikulum berdasarkan padaapakah hal itu berkontribusi pada pencarian individu akan makna danmuncul dalam suiatu tingkatan kepekaaan personal yang disebut Greene
“kebangkitan yang luas”. Kurikulum ideal adalah kurikulum yan
gmemberikan para siswa kebebasan individual yang luas dan mensyaratkanmereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulanmereka sendiri.Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan materi dimana individu akan dapat menemukandirinya dan kesadaran akan dunianya. Mata pelajaran yang dapatmemenuhi tuntutan di ats adalah mata pelajaran IPA, sejarah, sastra,filsafat, dan seni. Bagi beberapa anak, pelajaran yang dapat membantuuntuk menemukan dirinya adalah IPA, namun bagi yang lainnya mungkinsaja bisa sejarah, filsafat, sastra, dan sebagainya.Dengan mata-mata pelajaran tersebut, siswa akan berkenalandengan pandangan dan wawasan para penulis dan pemikir termasyur,memahami hakikat manusia di dunia, memahami kebenaran dankesalahan, kekuasaaan, konflik, penderitaan, dan mati. Kesemuanya itumerupakan tema-tema yang akan melibatkan siswa baik intelektualmaupun emosional. Sebagai contoh kaum eksistensialisme melihat sejarahsebagai suatu perjuangan manusia mencapai kebebasan. Siswa harusmelibatkan dirinya dalam periode apapun yang sedang ia pelajari danmenyatukan dirinya dalam masalah-masalah kepribadian yang sedangdipelajarinya. Sejarah yang ia pelajari harus dapat membangkitkan pikirandan perasaannya serta menjadi bagian dari dirinya.Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukanagar individu dapat mengadakan instrospeksi dan mengenalkan gambaran
 
dirinya. Pelajar harus didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yangdapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang diharapkan. Eksistensialisme menolak apa yang disebut penonton teori. Oleh karena itu, sekolah harus mencoba membawa siswake dalam hidup yang sebenarnya.c.

Proses belajar mengajar.Menurut Kneller, konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat diaplikasikan dari pandangan Martin Buber tentang “dialog”. Dialog merupakan percakapan antara pribadi dengan pribadi, dimana setiap pribadi merupakan subjek bagi yang lainnya. Menurut Buber kebanyakan proses pendidikan merupakan paksaan. Anak dipaksa menyerah kepadakehendak guru, atau pada pengetahuan yang tidak fpeksibel, dimna gurumenjadi penguasanya.Selanjutnya buber mengemukakan bahwa, guru hendaknya tidak  boleh disamakan dengan seorang instruktur. Jika guru disamakan denganinstruktur maka ia hanya akan merupakan perantara yang sederhanaantara materi pelajaran dan siswa. Seandainya ia hanya dianggap sebagaialat untuk mentransfer pengetahuan, dan siswa akan menjadi hasil daritransfer tersebut. Pengetahuan akan menguasai manusia, sehinggamanusia akan menjadi alat dan produk dri pengetahuan tersebut.Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan tidak dilimpahkanmelainkan ditawarkan. Untuk menjadikan hubungan antara guru dengansiswa sebagai suatu dialog, maka pengetahuan yang akan diberikankepada siswa harus menjadi bagian dari pengalaman pribadi guru itusendiri, sehingga guru akan berjumpa dengan siswa sebagai pertemuanantara pribadi dengan pribadi. Pengetahuan yang ditawarkan guru tidak merupakan suatu yang diberikan kepada siswa yang tidak dikuasainya,melainkan merupakan suatu aspek yang telah menjadi miliknya sendiri. 

Peranan guru.Menurut pemikiran eksistensialisme, kehidupan tidak bermaknaapa-apa, dan alam semesta berlainan dengan situasi yang manusia temukan sendiri di dalamnya. Kendatipun demikian dengan kebebasanyang kita miliki, masing-masing dari kita harus commit sendiri pada penentuan makna bagi kehidupan kita. Sebagaimana yang dinyatakanoleh Maxine Greene (Parkay, 1998), seorang filosof pendidikan terkenalyang karyanya didasarkan pada eksistensia
lisme “kita harus mengetahui
kehidupan kita, menjelaskan situasi-situasi kita jika kita memahami dunia
dari sudut pendirian bersama”. Urusan manusia yang paling berharga
yang mungkin paling bermanfaat dalam mengangkat pencarian pribadiakan makna merupakan proses edukatif. Sekalipun begitu, para guruharus memberikan kebebasan kepada siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu mereka menemukanmakna dari kehidupan mereka. Pendekatan ini berlawanan dengankeyakinan banyak orang, tidak berarti bahwa para siswa boleh melakukanapa saja yang mereka suka.Guru hendaknya member semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya dalam suatu dialog. Guru menyatakan tentang ide-ideyang dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain, kemudian membimbingsiswa untuk memilih alternative-alternatif, sehingga siswa akan melihat bahwa kebenaran tidak terjadi pada manusia melainkan dipilih olehmanusia. Lebih dari itu, siswa harus menjadi factor dalam suatu drama belajar, bukan penonton. Siswa harus belajar keras seperti gurunya.Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa denganseksama sehingga siswa mampu berpikir relative dengan melalui pertanyaan-pertanyaan. Dalam arti, guru tidak mengarahkan dan tidak member instruksi. Guru hadir dalam kelas dengan wawasan yang luasagar betul-betul menghasilkan diskusi tentang mata pelajaran. Diskusimerupakan metode utama dalam pandangan eksistemsialisme. Siswamemiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang pelajaran. Sekolahmerupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog denganteman-temannya, dan guru membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar