EKSISTENSIALISME
DALAM PENDIDIKAN
’’Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan’’
Disusun Oleh :
Siti Umroh 2227130538
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAS AGENG TIRTAYASA
SERANG
– BANTEN 2014
A.
Sejarah Kemunculan Aliran Filsafat Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan suatu aliran
filsafat yang lahir karena latar belakang ketidakpuasan beberapa filusuf yang
memandang bahwa filsafat pada masa Yunani ketika itu seperti protes terhadap
rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia.
Intinya adalah Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap
kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas
terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal dan primitif yang sangat
dari akademik. Salah satu latar belakang dan alasan lahirnya aliran ini juga
karena sadarnya beberapa golongan filusuf yang menyadari bahwa manusia mulai
terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat mereka kehilangan hakekat
hidupnya sebagai manusia atau mahluk yang bereksistensi dengan alam dan
lingkungan sekitar bukan hanya dengan semua serba instant.
B.
Pengertian Sederhana Aliran Eksistensialisme
Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari
kata “eks” yang berarti diluar dan “sistensi”
yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat
diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari
dirinya.
Adapun eksistensialisme menurut pengertian
terminologinya adalah suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan segala
sesuatu terhadap manusia dan segala sesuatu yang mengiringinya, dan dimana
manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi atau aktif
dengan sesuatu yang ada disekelilingnya, serta mengkaji cara kerja manusia
ketika berada di alam dunia ini dengan kesadaran. Disini dapat disimpulkan
bahwa pusat renungan atau kajian dari eksistensialisme adalah manusia konkret.
Selanjutnya adalah ciri-ciri dari aliran
eksistensialisme yang terdiri dari 2 ciri, yaitu yang pertama adalah selalu
melihat cara manusia berada dan eksistensi sendiri disini diartikan secara
dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, dan yang ke-dua adalah manusia
dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai serta didasari
dari pengalaman yang konkret atau empiris yang kita kenal.
C.
Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Eksistensialisme
1.
Karl Jaspers
Eksistensialismenya
ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta
mengatasi pengetahuan obyektif sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri dan
memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada jatidirinya kembali.
Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
2.
Soren Aabye Kiekeegaard
Mengedepankan
teori bahwa eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang kaku dan statis tetapi
senantiasa terbentuk, manusia juga senantiasa melakukan upaya dari sebuah hal
yang sifatnya hanya sebagai spekulasi menuju suatu yang nyata dan pasti, seperti
upaya mereka untuk menggapai cita-citanya pada masa depan.
3.
Jean Paul Sartre
“Manusia
yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas
bagi diri sendiri”. Itu adalah salah satu statement dan mungkin bernilai teori
yang terkenal darinya.
4.
Friedrich Nietzsche
Menurutnya
manusia yang teruji adalah manusia yang cenderung melalui jalan yang terjal
dalam hidupnya dan definisi dari aliran eksistensialisme menurutnya adalah
manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk
berkuasa manusia harus menjadi manusia super dan yang mempunyai mental majikan
bukan mental budak supaya manusia tidak diam dengan kenyamanan saja.
5.
Martin Heidegger
Inti
pemikirannya adalah memusatkan semua hal kepada manusia dan mengembalikan semua
masalah apapun ujung-ujungnya adalah manusia sebagai subjek atau objek dari
masalah tersebut.
EKSISTENSISALISME
DALAM PENDIDIKAN
Kurikulum.Kaum eksistensialisme menilai kurikulum berdasarkan padaapakah
hal itu berkontribusi pada pencarian individu akan makna danmuncul dalam suiatu
tingkatan kepekaaan personal yang disebut Greene
“kebangkitan yang luas”. Kurikulum ideal adalah kurikulum yan
gmemberikan para siswa kebebasan individual yang luas dan
mensyaratkanmereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulanmereka
sendiri.Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran
tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran
merupakan materi dimana individu akan dapat menemukandirinya dan kesadaran akan
dunianya. Mata pelajaran yang dapatmemenuhi tuntutan di ats adalah mata
pelajaran IPA, sejarah, sastra,filsafat, dan seni. Bagi beberapa anak,
pelajaran yang dapat membantuuntuk menemukan dirinya adalah IPA, namun bagi
yang lainnya mungkinsaja bisa sejarah, filsafat, sastra, dan sebagainya.Dengan
mata-mata pelajaran tersebut, siswa akan berkenalandengan pandangan dan wawasan
para penulis dan pemikir termasyur,memahami hakikat manusia di dunia, memahami
kebenaran dankesalahan, kekuasaaan, konflik, penderitaan, dan mati. Kesemuanya
itumerupakan tema-tema yang akan melibatkan siswa baik intelektualmaupun
emosional. Sebagai contoh kaum eksistensialisme melihat sejarahsebagai suatu
perjuangan manusia mencapai kebebasan. Siswa harusmelibatkan dirinya dalam
periode apapun yang sedang ia pelajari danmenyatukan dirinya dalam
masalah-masalah kepribadian yang sedangdipelajarinya. Sejarah yang ia pelajari
harus dapat membangkitkan pikirandan perasaannya serta menjadi bagian dari
dirinya.Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang
besar terhadap humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut
diperlukanagar individu dapat mengadakan instrospeksi dan mengenalkan gambaran
dirinya. Pelajar harus didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yangdapat
mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan
yang diharapkan. Eksistensialisme menolak apa yang disebut penonton teori.
Oleh karena itu, sekolah harus mencoba membawa siswake dalam hidup yang
sebenarnya.c.
Proses belajar mengajar.Menurut Kneller, konsep belajar mengajar
eksistensialisme dapat diaplikasikan dari pandangan Martin Buber tentang
“dialog”. Dialog merupakan percakapan antara pribadi dengan pribadi, dimana
setiap pribadi merupakan subjek bagi yang lainnya. Menurut Buber
kebanyakan proses pendidikan merupakan paksaan. Anak dipaksa menyerah
kepadakehendak guru, atau pada pengetahuan yang tidak fpeksibel, dimna
gurumenjadi penguasanya.Selanjutnya buber mengemukakan bahwa, guru hendaknya
tidak boleh disamakan dengan seorang instruktur. Jika guru disamakan
denganinstruktur maka ia hanya akan merupakan perantara yang sederhanaantara
materi pelajaran dan siswa. Seandainya ia hanya dianggap sebagaialat untuk
mentransfer pengetahuan, dan siswa akan menjadi hasil daritransfer tersebut.
Pengetahuan akan menguasai manusia, sehinggamanusia akan menjadi alat dan
produk dri pengetahuan tersebut.Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan
tidak dilimpahkanmelainkan ditawarkan. Untuk menjadikan hubungan antara guru
dengansiswa sebagai suatu dialog, maka pengetahuan yang akan diberikankepada
siswa harus menjadi bagian dari pengalaman pribadi guru itusendiri, sehingga
guru akan berjumpa dengan siswa sebagai pertemuanantara pribadi dengan pribadi.
Pengetahuan yang ditawarkan guru tidak merupakan suatu yang diberikan
kepada siswa yang tidak dikuasainya,melainkan merupakan suatu aspek yang telah
menjadi miliknya sendiri.
Peranan guru.Menurut pemikiran eksistensialisme, kehidupan tidak
bermaknaapa-apa, dan alam semesta berlainan dengan situasi yang manusia temukan
sendiri di dalamnya. Kendatipun demikian dengan kebebasanyang kita miliki,
masing-masing dari kita harus commit sendiri pada penentuan makna bagi
kehidupan kita. Sebagaimana yang dinyatakanoleh Maxine Greene (Parkay, 1998),
seorang filosof pendidikan terkenalyang karyanya didasarkan pada eksistensia
lisme “kita harus mengetahui
kehidupan kita, menjelaskan situasi-situasi kita jika kita memahami dunia
dari sudut pendirian bersama”. Urusan manusia yang paling berharga
yang mungkin paling bermanfaat dalam mengangkat pencarian pribadiakan makna
merupakan proses edukatif. Sekalipun begitu, para guruharus memberikan
kebebasan kepada siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman
yang akan membantu mereka menemukanmakna dari kehidupan mereka. Pendekatan ini
berlawanan dengankeyakinan banyak orang, tidak berarti bahwa para siswa boleh
melakukanapa saja yang mereka suka.Guru hendaknya member semangat kepada siswa
untuk memikirkan dirinya dalam suatu dialog. Guru menyatakan tentang
ide-ideyang dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain, kemudian
membimbingsiswa untuk memilih alternative-alternatif, sehingga siswa akan
melihat bahwa kebenaran tidak terjadi pada manusia melainkan dipilih
olehmanusia. Lebih dari itu, siswa harus menjadi factor dalam suatu drama belajar,
bukan penonton. Siswa harus belajar keras seperti gurunya.Guru harus mampu
membimbing dan mengarahkan siswa denganseksama sehingga siswa mampu berpikir
relative dengan melalui pertanyaan-pertanyaan. Dalam arti, guru tidak
mengarahkan dan tidak member instruksi. Guru hadir dalam kelas dengan
wawasan yang luasagar betul-betul menghasilkan diskusi tentang mata pelajaran.
Diskusimerupakan metode utama dalam pandangan eksistemsialisme. Siswamemiliki
hak untuk menolak interpretasi guru tentang pelajaran. Sekolahmerupakan suatu
forum dimana para siswa mampu berdialog denganteman-temannya, dan guru membantu
menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar