Oleh : Siti
Umroh (2227130538)
Idealisme adalah suatu keyakinan atas suatu hal yang
dianggap benar oleh individu
yang bersangkutan dengan bersumber dari pengalaman,
pendidikan, kultur budaya dan kebiasaan. Idealisme tumbuh secara perlahan dalam
jiwa seseorang, dan termanifestasikan dalam bentuk perilaku, sikap, ide ataupun
cara berpikir.
Pengaruh idealisme tidak hanya terbatas pada tingkat
individu, tapi juga hingga ke tingkat negara. Nilai-nilai idealisme yang
mempengaruhi individu contohnya adalah keyakinan mengenai pola hidup,
nilai-nilai kebenaran, gaya mengasuh anak, karir dan lain sebagainya. Sedangkan
idealisme pada tingkatan negara adalah seperti Ideologi Pancasila, komunisme,
liberalisme dan masih banyak lagi.
Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam
pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk
pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi
alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana orang
individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan
anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut
dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang
dipengaruhi oleh faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang
saling berinteraksi terus-menerus.
Berikut adalah beberapa komponen lingkungan yang
memengaruhi pembentukan karakter manusia yang idealis:
1.
Lingkungan Pendidikan
2.
Lingkungan Masyarakat
3.
Lingkungan Keluarga
ketiga komponen diatas tadi tidak serta merta dapat
menebar pengaruhnya ke dalam kelompok masyarakat awam yang lain. Mau tak mau
ketiga komponen tadi harus berkompromi dengan keadaan yang diciptakan penguasa.
Hanya tersisa beberapa gelintir saja yang mampu bertahan dan tetap beridealisme.
Hal tersebut juga sudah diperhitungkan oleh pihak penguasa. Mereka, segelintir
yang mampu bertahan tadi, tetap di biarkan ada, sebagai pengisi 'etalase' bahwa
di Indonesia demokrasi masih ada.
Namun menurut kacamata saya perlu digaris bawahi
komponen lingkungan yang paling berpengaruh dalam pembentukan karakter manusia
idealis terletak pada lingkungan masyarakat karena atmosfer keadaan yang
diciptakan mau tidak mau menuntut setiap individu untuk beridealis dan memiliki
pandangan masing-masing dalam menyikapi hal tersebut.
Tokoh-tokoh dalam Aliran Idealisme
1. Plato
(428-348 SM)
Dalam perkembangannya, aliran ini
ditemui pada ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya,
tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap
sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja
dari alam ide itu. Jadi idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar
wujud sesuatu.
2.
George Berkeley (1685-1753)
George Berkeley (1685-1753) yang dianggap sebagai
Bapak Idealisme modern. Filsafatnya dianggap sebagai titik tolak bagi tendensi
idealistik atau tendensi konseptual pada abad-abad terakhir filsafat. Inti
idealisme dalam doktrin Berkeley dapat didapatkan dalam ucapannya yang sangat
terkenal: “Esse est Percipi”, (untuk ada, berarti mengetahui atau diketahui).
Dengan kata lain, sesuatu tak mungkin dinyatakan ada selama sesuatu itu tidak
mengetahui atau tidak diketahui. Sesuatu yang mengetahui adalah jiwa, dan sesuatu
yang diketahui adalah konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan yang berada dalam
wilayah persepsi dan pengetahuan indrawi. Dengan demikian kita harus percaya
adanya jiwa dan gagasan itu. Segala sesuatau yang berada di luar lingkup
pengetahuan, yaitu segala sesuatu yang objektif, tidak ada karena tidak
diketahui.
Berkeley menyatakan bahwa budi
dengan persepsinya adalah satu-satunya kenyataan yang ada. Menurut dia, ‘ada’
berarti ‘atau menjadi objek persepsi budi atau budi yang mempersepsinya’.
Menurut dia, objek fisik itu berada hanya sejauh berada di dalam budi,
yaitu sejauh dipersepsi oleh budi. Pandangan ini disebut idealisme. Berkeley
menyatakan bahwa pernyataan mengenai objek fisik hanya dapat dimengerti dan
dipahami artinya sejauh pernyataan itu dapat ditafsirkan sebagai pernyataan
mengenai persepsi orang yang menangkapnya.
3.
Immanuel Kant (1725-1804)
Kant mula-mula mengadakan penyelidikan tentang
pengetahuan barang-barang (Ding an sich). Yang kita ketahui ini hanyalah reaksi
dari penginderaan kita yang oleh Kant disebut sebagai phenomenen
(gejala-gejala). Gejala-gejala yang kita anggap itu diterima oleh indera kita
lalu oleh pengamatan indera ini diteruskan kepada akal kita melalui
bentuk-bentuk pengamatan ruang dan waktu, kemudia hasil pengamatan itu diterima
reaksinya dalam akal kita dan di dalam akal itu terdapat alat-alat pemikiran
yang dinamakan kategori-kategori sebagai tempat memasak. Akhirnya dari masakan
kategori-kategori itu kita dapatkan gambaran dari apa yang kita rasakan yang kita
lihat dan dengar
4. George
wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
Hegel sangat mementingkan rasio, akan tetapi, kalau
dikatakan demikian kita mengerti maksudnya. Yang dimaksud bukan saja rasio pada
manusia perorangan, tetapi juga- bahkan terutama- rasio pada subjek Absolut,
karena Hegel pun menerima prinsip idealistis, bahwa realitas seluruhnya harus
disetarakan dengan suatu subjek. Suatu dalil Hegel yang kemudian menjadi
terkenal berbunyi, “semuanya yang riil bersifat rasional dan semua yang
rasional bersifat riil”.
Dalil ini maksudnya ialah bahwa luasnya rasio sama
dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran atau “Ide”
menurut istilah yang dipakai Hegel, yang memikirkan dirinya sendiri. Atau
dengan perkataan Hegel lain lagi, realitas seluruhnya adalah lambat laun
menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio Hegel sengaja bereaksi
atas kecondongan intelektual pada waktu itu yang mencurigai rasio sambil
mengutamakan perasaan. Kecondongan ini terutama dilihat di dalam kalangan
“filsafat kepercayaan” dan dalam aliran sastra Jerman yang disebut “Romantik”
A. Persoalan dalam Perspektif Sosial
Permasalahan sosial merupakan
sebuah gejala atau fenomena yang muncul dalam realitas kehidupan bermasyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial merupakan suatu
ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang
membahayakan kehidupan kelompok sosial. Di era modern ini banyak perubahan yang
kerap kita lihat di pola hidup masyarakatnya. Yang paling mencolok adalah saat
masyarakat era modern lebih berorientasi pada prestasi sehingga memunculkan
hubungan antar manusia akan lebih bersifat individual. Hal ini terkesan sepele.
Namun apabila kita telisik lagi kebiasaan ini kelak akan menjadi suatu perilaku
yang mendarah daging menjadi ciri dari masyarakat Indonesia pada umumnya.
Secara sintaksis penulis menyatakan bahwa persoalan yang muncul dalam
perspektif sosial bisa dilihat dari mulai tumbuh dan berkembangnya stigma
pembiaran dan tak mau tau dalam masyarakat kita. Gambaran sederhana misalnya,
banyak remaja saat ini berada dalam pola pergaulan yang melanggar batas nilai
serta moral, kasus penggusuran pemukiman kumuh, kasus pembuangan bayi, kasus
hubungan sedarah, kasus anak menggugat ibu di jalur hukum, kasus kekerasan pada
anak. Semua itu contoh dari gambaran kehidupan masyarakat kita. Sebagai
individu tentu banyak yang mengutuk peristiwa tersebut. Namun stigma di
masyarakat seolah persoalan tersebut baru dibilang penting saat sedang terjadi
dan tengah hangat dibicarakan. Lalu setelahnya akan menguap tergilas oleh
kepentingan pribadi dan seolah selalu terjadi pembiaran sehingga memberi ruang
agar persoalan sosial itu kembali terulang.
Solusi
Butuh upaya sadar bahwa mengurai
permasalahan sosial terletak pada pribadi tiap individu. Menyadari bahwa
penting untuk membangun kesadaran untuk menyelesaikan masalah harus dimulai
dengan menganggap bahwa ini menjadi tanggung jawab bersama. Perubahan itu baik
apabila kita mampu menyesuaikan dengan pola kehidupan bermasyarakat sebagaimana
sudah menjadi cirri khas bagi bangsa Timur. Mengedepankan nilai kekerabatan
harus lebih besar porsinya dibanding mempertahankan nilai indidualistis.
Gerilya nalar bahwa untuk mencapai kehidupan sosial yang harmonis harus
menyamakan pemahaman untuk menyelesaikan persoalan bersama bukan dengan
bergerak sendiri-sendiri.
B. Persoalan dalam Perspektif Ekonomi
Hakikat
Ilmu akonomi menurut Suherman Rosydi adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang berdaya upaya untuk memberikan pengetahuan dan pengertian
tentang gejala-gejala masyarakat yang timbul karena perbuatan manusia dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai kemakmuran. Kelemahan di
era modernisasi dalam perspektif ekonomi ini adalah ketidakinginan masyarakat
kita khususnya para pemangku kebijakan untuk mampu berdiri di kaki sendiri
mengelola kekayaan negeri untuk mencapai kemakmuran melalu ilmu ekonomi yang
sesuai dengan filsafat hidup bangsa Indonesia, Pancasila. Sadarkah jika raksasa
koorporasi investasi swasta telah membanjiri ruang gerak di sektor krusial. Hal
inilah yang menyebabkan banyak terjadi jurang batas lebar dimana pemilik dan
pekerja hidup dalam garis pendapatan yang berbeda. Rakyat biasa hanya dapat
menggantungkan harapan hidup sejahtera nya pada koorporasi swasta atau asing.
Tanpa pernah memulai apalagi menikmati swasembada hasil olahan kekayaan sumber
daya alam melalui tangan anak negeri sendiri.
Solusi
Pendidikan
menjadi alternatif terbaik untuk memasukkan pola pikir di tiap sendi-sendi
kehidupan generasi penerus. Pendidikan jelas kaitannya dengan kehidupan ekonomi
suatu negara. Pendidikan yang penulis maksud disini adalah dengan mengenalkan
dan memberi pemahaman tentang arti penting ilmu ekonomi yang sesuai dengan
filsafat atau pandangan hidup bangsa Indonesia, mengedepankan azas kemanusiaan.
Sadarkah kita jika selama ini telah diberi pemahaman dasar berpikir prinsip
ilmu ekonomi murni produk Barat yang berbunyi: “.dengan pengorbanan tertentu
diperoleh kepuasan sebesar-besarnya” atau “dengan pengorbanan sekecil-kecilnya
demi mendapatkan kepuasan tertentu” telah terlanjur diterapkan di semua
sekolah dan semua universitas, tanpa adaptasi terlebih dulu dengan ideology
serta kultur asli masyarakat negeri ini. Hal ini terestafet dari era presiden
kedua dan terus terakumulasi sampai detik ini. Maka dari itu dapat terbaca
generasi yang sudah terbentuk dan berdiri saat ini lebih mengedepankan nilai
kapitalisme. Demi menyelamatkan diri sendiri membiarkan raksasa koorporasi
swasta bergerilya di negeri sendiri. Coba kita berpikir jauh bahwa dengan
keyakinan mampu berdiri di kaki sendiri Indonesia bisa jadi sudah mampu
menciptakan mobil karya anak negeri sendiri jika di dukung oleh semua pihak.
Tapi keterlanjuran pola pikir yang salah terhadap pandangan prinsip ekonomi
tersebut serta beberapa sebab yang terbaca itulah membuat para pemangku
kebijakan meneruskan perjanjian kerjasama dengan pihak asing sehingga untuk
kesekian kalinya menutup jalan negara kita berdikari dan terus menghamba pada
negara dengan ekonomi kuat.
C. Persoalan dalam Perspektif Kekuasaan
Menurut Lewin
Kekuasaan adalah kemampuan potensial dari seseorang atau kelompok orang
untuk mempengaruhi yang lain dalam sistem yang ada. Dalam pengertiannya,
kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau
lebih individu (a quality inherent in an interaction between two or more
individuals). Kekuasaan erat kaitannya dengan kehidupan politik. Disini
persoalan yang muncul ialah saat rendahnya tendensi kepercayaan publik pada
penguasa negeri yang tak lagi meletakkan azas dasar kerakyatan demi pemenuhan
kepentingan hajat hidup rakyat biasa pada tiap perumusan kebijakannya. Gambaran
sederhananya saja, korupsi yang merajalela, degradasi moral aparatur negara,
operasi tangkap tangan kolusi dan gratifikasi, harga sembako mencekik,
perumusan rencana kenaikan harga bbm menjadi momok bagi hajat hidup rakyat yang
kehilangan kepercayaan terhadap pemimpinnya. Ini dapat terjadi tak lain
terpengaruh dari pola pemikiran modern yang berorientasi pada luwes nya pola
pikir tiap individu dalam pengambilan keputusan secara sendiri dan berorientasi
pada kemajuan. Dalam konteks ini baik sekali jika para penguasa meletakkan tiap
pengambilan kebijakan tetap berpegang teguh pada cita-cita bangsa Indonesia,
mewujudkan Pancasila. Bukan sebaliknya, penguasa justru dalam merumuskan
kebijakan hanya demi memenuhi kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri tentu
pada hasil akhir akan dapat terbaca.
Solusi.
Membangun
gerilya nalar pada tiap rakyat Indonesia yang masih perduli untuk saling
bersatu padu dan bersuara satu menyadari realitas yang terjadi di tanah
negerinya dan bersama mengkritik lembut namun tegas pada penguasa negeri ini
untuk mau kembali membela harkat rakyat sebagai sebuah bangsa yang ideologinya
sudah tercipta secara apik oleh Funding Fathers. Menggugat penguasa
negara yang selama ini terus diam-diam bahkan terang-terangan berkolusi dengan
korporasi raksasa swasta, bermain monopoli kapitalisme di atas semua
kebutuhan rakyat. Butuh kekuatan yang besar ketika negara demokrasi mau memulai
menerima perubahan kearah yang lebih baik. Mewujudkan pengembalian kekuasaan
yang tertinggi kepada tangan-tangan rakyat.
D. Persoalan dalam Perspektif Agama
Hakikat
Agama Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia: Agama adalah sistem yang
mengatur tata keimanan atau kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
kuasa serta kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia
lainnya. Dalam hal ini maka agama memberikan kompas dan tujuan untuk tiap
manusia berjalan. Saat ini dapat kita simpulkan pada umumnya banyak manusia
modern yang berpaling dari nilai-nilai agama. Padahal agama menjadi peletak
dasar penting untuk menyokong aspek lainnya. Karena agama adalah mutlak dan
abadi. Nilainya bertujuan untuk mencapai kebahagiaan hakiki yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhan nya dan manusia dengan manusia yang lain.
Manusia yang berpaling dari agama tidak mengetahui garis batas tegas tentang
baik dan buruknya dalam menjalankan kehidupannya, baik saat menjalankan sebagai
makhluk sosial, makhluk ekonomi maupun sebagai pemimpin bagi kelompoknya. Tak
heran jika negeri ini banyak dilanda persoalan dari atas sampai bawah saat
manusianya tidak lagi peduli terhadap hukum yang hakiki langsung bersumber dari
wahyu Illahi.
Solusi
Anak-anak
yang terdidik hari ini baru akan terbaca di 20 sampai 30 tahun yang akan datang
tampil sebagai sosok pemimpin pengganti. Untuk mempersiapkan negara yang siap
berdikari beberapa tahun ke depan harus dimulai dari hari ini. Menciptakan
generasi yang tumbuh bersama agama. Nilai agama dan lingkungan yang baik dari
keluarga yang terdidik semua harus dimulai satu persatu. Penanaman nilai baik
untuk menyiapkan generasi terbaik yang berilmu dan berpegang teguh terhadap
ajaran agamanya. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan dalam keluarga
sebagai solusi alternatif terbaik selain pendidikan formal dan non formal.
Karena dari pendidikan dalam keluarga yang paling penting berperan menanamkan
karakter dalam diri tiap manusia. Apabila hal ini berjalan kontinu dan
terprogram secara teratur pada tiap akar rumput. Maka dengan begitu terciptalah
kehidupan harmonis dan teratur dalam tiap aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar