Sabtu, 20 Desember 2014

komponen lingkungan dalam pembentukan manusia yang ideal (TUGAS FILSAFAT 4)



Oleh : Siti Umroh  (2227130538)
Idealisme adalah suatu keyakinan atas suatu hal yang dianggap benar oleh individu
yang bersangkutan dengan bersumber dari pengalaman, pendidikan, kultur budaya dan kebiasaan. Idealisme tumbuh secara perlahan dalam jiwa seseorang, dan termanifestasikan dalam bentuk perilaku, sikap, ide ataupun cara berpikir.
Pengaruh idealisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu, tapi juga hingga ke tingkat negara. Nilai-nilai idealisme yang mempengaruhi individu contohnya adalah keyakinan mengenai pola hidup, nilai-nilai kebenaran, gaya mengasuh anak, karir dan lain sebagainya. Sedangkan idealisme pada tingkatan negara adalah seperti Ideologi Pancasila, komunisme, liberalisme dan masih banyak lagi.
Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana orang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Berikut adalah beberapa komponen lingkungan yang memengaruhi pembentukan karakter manusia yang idealis:
1. Lingkungan Pendidikan
2. Lingkungan Masyarakat
3. Lingkungan Keluarga
ketiga komponen diatas tadi tidak serta merta dapat menebar pengaruhnya ke dalam kelompok masyarakat awam yang lain. Mau tak mau ketiga komponen tadi harus berkompromi dengan keadaan yang diciptakan penguasa. Hanya tersisa beberapa gelintir saja yang mampu bertahan dan tetap beridealisme. Hal tersebut juga sudah diperhitungkan oleh pihak penguasa. Mereka, segelintir yang mampu bertahan tadi, tetap di biarkan ada, sebagai pengisi 'etalase' bahwa di Indonesia demokrasi masih ada.

Namun menurut kacamata saya perlu digaris bawahi komponen lingkungan yang paling berpengaruh dalam pembentukan karakter manusia idealis terletak pada lingkungan masyarakat karena atmosfer keadaan yang diciptakan mau tidak mau menuntut setiap individu untuk beridealis dan memiliki pandangan masing-masing dalam menyikapi hal tersebut.
Tokoh-tokoh dalam Aliran Idealisme
1.    Plato (428-348 SM)
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
2.      George Berkeley (1685-1753)
George Berkeley (1685-1753) yang dianggap sebagai Bapak Idealisme modern. Filsafatnya dianggap sebagai titik tolak bagi tendensi idealistik atau tendensi konseptual pada abad-abad terakhir filsafat. Inti idealisme dalam doktrin Berkeley dapat didapatkan dalam ucapannya yang sangat terkenal: “Esse est Percipi”, (untuk ada, berarti mengetahui atau diketahui). Dengan kata lain, sesuatu tak mungkin dinyatakan ada selama sesuatu itu tidak mengetahui atau tidak diketahui. Sesuatu yang mengetahui adalah jiwa, dan sesuatu yang diketahui adalah konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan yang berada dalam wilayah persepsi dan pengetahuan indrawi. Dengan demikian kita harus percaya adanya jiwa dan gagasan itu. Segala sesuatau yang berada di luar lingkup pengetahuan, yaitu segala sesuatu yang objektif, tidak ada karena tidak diketahui.

Berkeley menyatakan bahwa budi dengan persepsinya adalah satu-satunya kenyataan yang ada. Menurut dia, ‘ada’ berarti ‘atau menjadi objek persepsi budi atau budi yang mempersepsinya’. Menurut dia, objek fisik itu berada  hanya sejauh berada di dalam budi, yaitu sejauh dipersepsi oleh budi. Pandangan ini disebut idealisme. Berkeley menyatakan bahwa pernyataan mengenai objek fisik hanya dapat dimengerti dan dipahami artinya sejauh pernyataan itu dapat ditafsirkan sebagai pernyataan mengenai persepsi orang yang menangkapnya.
3.      Immanuel Kant (1725-1804)
Kant mula-mula mengadakan penyelidikan tentang pengetahuan barang-barang (Ding an sich). Yang kita ketahui ini hanyalah reaksi dari penginderaan kita yang oleh Kant disebut sebagai phenomenen (gejala-gejala). Gejala-gejala yang kita anggap itu diterima oleh indera kita lalu oleh pengamatan indera ini diteruskan kepada akal kita melalui bentuk-bentuk pengamatan ruang dan waktu, kemudia hasil pengamatan itu diterima reaksinya dalam akal kita dan di dalam akal itu terdapat alat-alat pemikiran yang dinamakan kategori-kategori sebagai tempat memasak. Akhirnya dari masakan kategori-kategori itu kita dapatkan gambaran dari apa yang kita rasakan yang kita lihat dan dengar
4.      George wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
Hegel sangat mementingkan rasio, akan tetapi, kalau dikatakan demikian kita mengerti maksudnya. Yang dimaksud bukan saja rasio pada manusia perorangan, tetapi juga- bahkan terutama- rasio pada subjek Absolut, karena Hegel pun menerima prinsip idealistis, bahwa realitas seluruhnya harus disetarakan dengan suatu subjek. Suatu dalil Hegel yang kemudian menjadi terkenal berbunyi, “semuanya yang riil bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat riil”.

Dalil ini maksudnya ialah bahwa luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran atau “Ide” menurut istilah yang dipakai Hegel, yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan perkataan Hegel lain lagi, realitas seluruhnya adalah lambat laun menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio Hegel sengaja bereaksi atas kecondongan intelektual pada waktu itu yang mencurigai rasio sambil mengutamakan perasaan. Kecondongan ini terutama dilihat di dalam kalangan  “filsafat kepercayaan” dan dalam aliran sastra Jerman yang disebut “Romantik”


A.   Persoalan dalam Perspektif Sosial
Permasalahan sosial merupakan sebuah gejala atau fenomena yang muncul dalam realitas kehidupan bermasyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Di era modern ini banyak perubahan yang kerap kita lihat di pola hidup masyarakatnya. Yang paling mencolok adalah saat masyarakat era modern lebih berorientasi pada prestasi sehingga memunculkan hubungan antar manusia akan lebih bersifat individual. Hal ini terkesan sepele. Namun apabila kita telisik lagi kebiasaan ini kelak akan menjadi suatu perilaku yang mendarah daging menjadi ciri dari masyarakat Indonesia pada umumnya. Secara sintaksis penulis menyatakan bahwa persoalan yang muncul dalam perspektif sosial bisa dilihat dari mulai tumbuh dan berkembangnya stigma pembiaran dan tak mau tau dalam masyarakat kita. Gambaran sederhana misalnya, banyak remaja saat ini berada dalam pola pergaulan yang melanggar batas nilai serta moral, kasus penggusuran pemukiman kumuh, kasus pembuangan bayi, kasus hubungan sedarah, kasus anak menggugat ibu di jalur hukum, kasus kekerasan pada anak. Semua itu contoh dari gambaran kehidupan masyarakat kita. Sebagai individu tentu banyak yang mengutuk peristiwa tersebut. Namun stigma di masyarakat seolah persoalan tersebut baru dibilang penting saat sedang terjadi dan tengah hangat dibicarakan. Lalu setelahnya akan menguap tergilas oleh kepentingan pribadi dan seolah selalu terjadi pembiaran sehingga memberi ruang agar persoalan sosial itu kembali terulang.
         Solusi
Butuh upaya sadar bahwa mengurai permasalahan sosial terletak pada pribadi tiap individu. Menyadari bahwa penting untuk membangun kesadaran untuk menyelesaikan masalah harus dimulai dengan menganggap bahwa ini menjadi tanggung jawab bersama. Perubahan itu baik apabila kita mampu menyesuaikan dengan pola kehidupan bermasyarakat sebagaimana sudah menjadi cirri khas bagi bangsa Timur. Mengedepankan nilai kekerabatan harus lebih besar porsinya dibanding mempertahankan nilai indidualistis. Gerilya nalar bahwa untuk mencapai kehidupan sosial yang harmonis harus menyamakan pemahaman untuk menyelesaikan persoalan bersama bukan dengan bergerak sendiri-sendiri.

B.     Persoalan dalam Perspektif Ekonomi
Hakikat Ilmu akonomi menurut Suherman Rosydi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berdaya upaya untuk memberikan pengetahuan dan pengertian tentang gejala-gejala masyarakat yang timbul karena perbuatan manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai kemakmuran. Kelemahan di era modernisasi dalam perspektif ekonomi ini adalah ketidakinginan masyarakat kita khususnya para pemangku kebijakan untuk mampu berdiri di kaki sendiri mengelola kekayaan negeri untuk mencapai kemakmuran melalu ilmu ekonomi yang sesuai dengan filsafat hidup bangsa Indonesia, Pancasila. Sadarkah jika raksasa koorporasi investasi swasta telah membanjiri ruang gerak di sektor krusial. Hal inilah yang menyebabkan banyak terjadi jurang batas lebar dimana pemilik dan pekerja hidup dalam garis pendapatan yang berbeda. Rakyat biasa hanya dapat menggantungkan harapan hidup sejahtera nya pada koorporasi swasta atau asing. Tanpa pernah memulai apalagi menikmati swasembada hasil olahan kekayaan sumber daya alam melalui tangan anak negeri sendiri.
         Solusi
Pendidikan menjadi alternatif terbaik untuk memasukkan pola pikir di tiap sendi-sendi kehidupan generasi penerus. Pendidikan jelas kaitannya dengan kehidupan ekonomi suatu negara. Pendidikan yang penulis maksud disini adalah dengan mengenalkan dan memberi pemahaman tentang arti penting ilmu ekonomi yang sesuai dengan filsafat atau pandangan hidup bangsa Indonesia, mengedepankan azas kemanusiaan. Sadarkah kita jika selama ini telah diberi pemahaman dasar berpikir prinsip ilmu ekonomi murni produk Barat yang berbunyi: “.dengan pengorbanan tertentu diperoleh kepuasan sebesar-besarnya” atau “dengan pengorbanan sekecil-kecilnya demi mendapatkan kepuasan tertentu” telah terlanjur diterapkan di semua sekolah dan semua universitas, tanpa adaptasi terlebih dulu dengan ideology serta kultur asli masyarakat negeri ini. Hal ini terestafet dari era presiden kedua dan terus terakumulasi sampai detik ini. Maka dari itu dapat terbaca generasi yang sudah terbentuk dan berdiri saat ini lebih mengedepankan nilai kapitalisme. Demi menyelamatkan diri sendiri membiarkan raksasa koorporasi swasta bergerilya di negeri sendiri. Coba kita berpikir jauh bahwa dengan keyakinan mampu berdiri di kaki sendiri Indonesia bisa jadi sudah mampu menciptakan mobil karya anak negeri sendiri jika di dukung oleh semua pihak. Tapi keterlanjuran pola pikir yang salah terhadap pandangan prinsip ekonomi tersebut serta beberapa sebab yang terbaca itulah membuat para pemangku kebijakan meneruskan perjanjian kerjasama dengan pihak asing sehingga untuk kesekian kalinya menutup jalan negara kita berdikari dan terus menghamba pada negara dengan ekonomi kuat.

C.    Persoalan dalam Perspektif Kekuasaan
Menurut Lewin Kekuasaan adalah kemampuan potensial dari seseorang atau kelompok orang untuk mempengaruhi yang lain dalam sistem yang ada. Dalam pengertiannya, kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu (a quality inherent in an interaction between two or more individuals). Kekuasaan erat kaitannya dengan kehidupan politik. Disini persoalan yang muncul ialah saat rendahnya tendensi kepercayaan publik pada penguasa negeri yang tak lagi meletakkan azas dasar kerakyatan demi pemenuhan kepentingan hajat hidup rakyat biasa pada tiap perumusan kebijakannya. Gambaran sederhananya saja, korupsi yang merajalela, degradasi moral aparatur negara, operasi tangkap tangan kolusi dan gratifikasi, harga sembako mencekik, perumusan rencana kenaikan harga bbm menjadi momok bagi hajat hidup rakyat yang kehilangan kepercayaan terhadap pemimpinnya. Ini dapat terjadi tak lain terpengaruh dari pola pemikiran modern yang berorientasi pada luwes nya pola pikir tiap individu dalam pengambilan keputusan secara sendiri dan berorientasi pada kemajuan. Dalam konteks ini baik sekali jika para penguasa meletakkan tiap pengambilan kebijakan tetap berpegang teguh pada cita-cita bangsa Indonesia, mewujudkan Pancasila. Bukan sebaliknya, penguasa justru dalam merumuskan kebijakan hanya demi memenuhi kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri tentu pada hasil akhir akan dapat terbaca.
         Solusi.
Membangun gerilya nalar pada tiap rakyat Indonesia yang masih perduli untuk saling bersatu padu dan bersuara satu menyadari realitas yang terjadi di tanah negerinya dan bersama mengkritik lembut namun tegas pada penguasa negeri ini untuk mau kembali membela harkat rakyat sebagai sebuah bangsa yang ideologinya sudah tercipta secara apik oleh Funding Fathers. Menggugat penguasa negara yang selama ini terus diam-diam bahkan terang-terangan berkolusi dengan korporasi raksasa swasta,  bermain monopoli kapitalisme di atas semua kebutuhan rakyat. Butuh kekuatan yang besar ketika negara demokrasi mau memulai menerima perubahan kearah yang lebih baik. Mewujudkan pengembalian kekuasaan yang tertinggi kepada tangan-tangan rakyat.

D.    Persoalan dalam Perspektif Agama
Hakikat Agama Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia: Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan atau kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia lainnya. Dalam hal ini maka agama memberikan kompas dan tujuan untuk tiap manusia berjalan. Saat ini dapat kita simpulkan pada umumnya banyak manusia modern yang berpaling dari nilai-nilai agama. Padahal agama menjadi peletak dasar penting untuk menyokong aspek lainnya. Karena agama adalah mutlak dan abadi. Nilainya bertujuan untuk mencapai kebahagiaan hakiki yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan nya dan manusia dengan manusia yang lain. Manusia yang berpaling dari agama tidak mengetahui garis batas tegas tentang baik dan buruknya dalam menjalankan kehidupannya, baik saat menjalankan sebagai makhluk sosial, makhluk ekonomi maupun sebagai pemimpin bagi kelompoknya. Tak heran jika negeri ini banyak dilanda persoalan dari atas sampai bawah saat manusianya tidak lagi peduli terhadap hukum yang hakiki langsung bersumber dari wahyu Illahi.
         Solusi
Anak-anak yang terdidik hari ini baru akan terbaca di 20 sampai 30 tahun yang akan datang tampil sebagai sosok pemimpin pengganti. Untuk mempersiapkan negara yang siap berdikari beberapa tahun ke depan harus dimulai dari hari ini. Menciptakan generasi yang tumbuh bersama agama. Nilai agama dan lingkungan yang baik dari keluarga yang terdidik semua harus dimulai satu persatu. Penanaman nilai baik untuk menyiapkan generasi terbaik yang berilmu dan berpegang teguh terhadap ajaran agamanya. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan dalam keluarga sebagai solusi alternatif terbaik selain pendidikan formal dan non formal. Karena dari pendidikan dalam keluarga yang paling penting berperan menanamkan karakter dalam diri tiap manusia. Apabila hal ini berjalan kontinu dan terprogram secara teratur pada tiap akar rumput. Maka dengan begitu terciptalah kehidupan harmonis dan teratur dalam tiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar