Rabu, 03 Desember 2014

aliran rasionalisme (tugas 1)


Aliran Rasionalisme dalam Pendidikan Islam
’’Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan’’


Disusun Oleh :
Siti Umroh                    2227130538









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAS AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN 2014

ALIRAN RASIONALISME
Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir.
Para tokoh aliran rasionalisme, di antaranya adalah:
·         Descartase (1596-1650 M)
·         Spinoza (1632-1677 M)
·         Leibniz (1646-1716 M)
         Pada masa ini, rasionalisme Yunani lahir kembali, sebagai objek kajian yang harus dan menarik untuk di amati. Sejak kezaliman intelektual di lakukan oleh gereja dan tidak sedikit para filosuf dikekang kebebasan berfikirnya, zaman ini member pintu lebar-lebar kepada siapapun, bukan hanya kepada filosuf, tetapi bagi semua orang yang mau mencurahkan pandangan dan pendapatnya atau kepada siapa pun yang mau berfilsafat.

         Kata “bapak” diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang di hasilkan oleh pengtahuan rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat yang distinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, dan bukan yang lainnya. (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004:107)
Dalam perkembangannya,filsafat terbentuk menjadi 10 aliran,diantaranya aliran Rasionalisme yang berpandangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran ajaran yang berdasarkan ide-ide yang masuk akal.

RASIONALISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1.      Ontologis
Filsafat lahir ketika manusia pertama kalinya berusaha menghilangkan mitos dan menggantinya dengan logos. Sebab usaha manusia rasional dimaksudkan sebagai usaha manuisa untuk meraih pengertian rasioal. Dengan kata lain sejak semula usaha manusia rasional bermaksud untuk menghilangkan mitos.
Rasionalisme adalah aliran, anggapan, atau teori filsafat yang menjunjung tinggi hasil pemikiran manusia tanpa memperdulikan pengalaman pribadi, fakta dan data empiris. Berdasarkan teori ini dapat dinyatakan bahwa pengetahuan manusia terbentuk dan terjadi dari akal atau rasio. Dalam hal ini, sumbangan yang dihasilkan oleh akal lebih menentukan dari pada sumbangan yang diberikan indera. Bahkan lebih jauh lagi kadang-kadang para penganut rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan manusia tergantung pada strukur bawaan (ide, kategori). Artinya konsep-konsep yang diperoleh pikiran manusia sejak ia dilahirkan di dunia, biarpun hanya sebagai bakat.
   Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada  tiga term yaitu:
a.      Al tarbiyah, penggunaan istilah ini berasala dari kata Rabb walaupun kata ini memiliki banyak arti akan tetapi pengertian dasarnya menunjukan kata tumbuh, berkembang, memelihara, merawat,  mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya. Kata ini paling banyak digunakan dibandingkan dengan istilah lainnya.
b.      Al-Ta’lim, kata ini telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal dibandingkan dengan istilah al-tarbiyah maupun al-ta’dib, Rasyid Ridha, mengartika al Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan  pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
c.       Al-Ta’dib, menurut al-Attas, istilah  yang paling tepat untuk menunjukan pendidikan islam adalah al-Ta’dib, kata ini berarti pengenalalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan.
Dalam hal ini, Descartes dalam mencari kebenaran filsafat dengan menggunakan metode Cogito Artinya adalah: "aku berpikir maka aku ada". Maksudnya kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri. Keberadaan ini bisa dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri.
2.       Epistimologis
Ilmu pendidikan Islam mempunyai ruang lingkup sangat luas, karena didalamnya penuh dengan segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat baik langsung ataupun tidak langsung.
Objek ilmu pendidikan Islam ialah situasi pendidikan yang terdapat pada dunia pengalaman. Di antara objek atau segi ilmu pendidikan Islam dalam situasi pendidikan Islam ialah:
1.      Perbuatan mendidik itu sendiri.
Yang dimaksud dengan perbuatan mendidik di sini ialah seluruh kegiatan, tindakan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didik. Atau dengan istilah yang lain yaitu, sikap atau tindakan menuntun, membimbing, memberikan pertolongan dari seseorang pndidik kepada anak didik untuk menuju ke tujuan pendidikan Islam. Dalam perbuatan mendidik ini sering disebut dengan istilah tahdzib atau ta’lim.
2.      Anak didik yaitu pihak yang merupakan objek terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu diadaka atau dilakukan hanyalah untuk membawa anak didik kea rah tujuan pendidikan islam yang kita cita-citakan. Dalam pendidikan Islam anak didik ini sering isebut dengan istilah yang bermacam-macam, antara lain: santri, thalib, muta’alim, muhazab, tilmiz.
3.      Dasar dan tujuan pendidikan Islam yaitu landasan yang menjadi fondamen serta sumber dari segala kegiatan pendidikan islam itu dilakukan. Maksudnya, pelaksanaan pendidikan Islam harus berlandaskan atau bersumber dari dasar tersebut. Dalam hal ini dasar atau sumber pendidikan Islam ialah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan tujuan pendidikan Islam yaitu arah kemana anak didik ini akan dibawa. Secara ringka, tujuan pendidikan Islam yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia (dewasa) muslim yang takwa kepada Allah SWT atau secara ringkas, kepribadian muslim.
4.      Pendidik yaitu subjek yang melaksanakan pendidikan Islam, dan pendidk ini mempunyai peranan penting terhadap berlangsungnya pendidikan. Baik atau buruknya pendidik berpengaruh besar terhadap hasil pendidikan Islam, pendidik sering disebut mu’allim, muhazib, ustaz, kiai, dan sebagainya. Di sampinng itu ada pula yang menyebutnya dengan istilah mursyid, artinya yang member petunjuk, karena mereka memang memberikan petunjuk-petunjuk kepad anak didiknya.
5.      Materi pendidikan Islam yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim tetapi logis) untuk disajikan atau disampaikan kepada anak didik. Dalam pendidikan Islam materi pendidikan ini sering disebut dengan istilah maddatuttarbiyah.
6.      Metode pendidikan Islam ialah cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik. Metode di sini mengemukakan bagaiman mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan Islam agar materi pendidikan islam tersebut dapat dnegan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik. Dalam pendidikan Ilsma metode pendidkan ini disebut dengan istilah tariqatuttarbiya atau tariqatuttahzib.
7.      Evaluasi pendidikan yaitu memuat cara-cara bagaiman mengadakan evaluasi/ penilaian terhadap hasil belajar anak didik. Tujuan pendidikan Islam umumnya tidak dapat dicapai sekaligus, melainkan melalui proses atau tahapan tertentu. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pendidikan Islam seringkali dilakukan evaluasi/penilaian pada tahap atau fase dari pendidikan Islam tersebut. Apabila tujuan pada tahap atau fase ini telah tercapai kemudian dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan pendidikan tahap berikutnya, dan berakhir pada kepribadian musli.
8.      Alat-alat pendidikan Islam yaitu alat-alat yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam, agar tujuan pendidikan Islam tersebut lebih berhasil.
9.      Lingkuangan sekitar atau milieu  pendidikan Islam yang dimaksud, ialah keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam.[1][7]
Dari uraian tersebut dapat disimpulakan, bahwa ruang llingkup ilmu pendidikan islam sebab menyangkut berbagai aspek yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan Islam.
3.      Aksiologis
Dikatakan oleh Dr. Zakiah Darajat bahwa tujuan pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil  dengan pola takwa, insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secra wajar dan normal karena takwanya kepada Allah swt. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengemabangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti. Tujuan ini kelihatannya terlalu ideal, sehingga sukar dicapai. Tetapi dengan kerja keras yang dilakukan secra berencana dengan kerangka-kerangka kerja yang konsepsional mendasar, pencapaian tujuan itu bukanlah sesuatu yang mustahil.
Dimensi aksiologi mengarahkan pembentukan kurikulum yang dirancang sedemikian rupa agar memberikan kepuasan pada diri peserta didik agar memiliki nilai-nilai ideal sebgaiamana tujuan pendidikan islam yang telah di urai di atas, supaya hidup dengan baik, sekaligus menghindarkan nila-nilai yang tidak diinginka. Tegasnya ketiga dimensi tersebut erupakan kerangka dalam perumusan kurikulum pendidikan islam, maka memiliki arti intervensi kehidupan peserta didik sedemikian rupa, agar menjadi insan kami, insan kaffah, dan insan yang sadar aka hak dan kewajibannya.[2][8]
Beberapa indikator dari tercapainya tujuan pendidikan islam dapat dibagi menjadi tiga tujuan mendasar, yaitu:
  1. Tercapainya anak didik yang cerdas. Ciri-cirinya adalah memiliki tingkat kecerdasan intelektualitas yang tinggi sehingga mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh dirinya sendiri maupun membantu menyelesaikan masalah orang lain yang membutuhkannya.
  2. Tercapainya anak didik yang memiliki kesabaran dan kesalehan emosional, sehingga tercermin dalam kedewasaan menghadapi masalah di kehidupannya.
  3. Tercapainya anak didik yang memiliki kesalehan spiritual, yaitu menjalankan perintah Allah dan Rasulullah SAW. Dengan melaksanakan rukun Islam yang lima dan mengejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya menjalankan shalat lima waktu, menjalankan ibadah puasa, menunaikan zakat,  dan menunaikan haji ke Baitullah.[3][9]
H.M. Arifin membedakan tujuan secara teoritis dan tujuan dalam proses. Tujuan teoritis ini terdiri dari berbagai tingkat antara lain:
  1. Tujuan intermediair, tujuan akhir, tujuan insidental
1)      Tujuan intermediair, yaitu tujuan yang merupakan batasan kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan tingkat tertentu.
2)      Tujuan insidental merupakan peristiwa tertentu yang direncanakan, tetapi dapat dijadikan sasaran dari pendidikan pada tujuan intermediair.
3)      Tujuan akhir pendidikan Islam pada hakikatnya adalah realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah lahir dan batin di dunia dan akhirat.
  1. Dilihat dari segi pendekatan sistem instruksional, tujuan pendidikan dibedakan menjadi:
1)      Tujaun instruksional khusus, diarahkan pada setiap bidang sudi yang harus dikuasai dan diamalkan oleh anak didik.
2)      Tujuan instruksional umum, diarahkan pada penguasaan arti pengamalan suatu bidang studi secara umum atau garis besarnya suatu kebulatan.
3)      Tujuan kurikuler, yaitu ditetapkan untuk dicapai melalui garis-garis besarprogram pengajaran (GBPP) di tiap institusi (lembaga pendidikan)
4)      Tujuan instruksional, yaitu tujuan yang harus dicapai menurut program pendidikan di tiap sekolah atau lembaga pendidikan tertentu secara bulat atau terminal seperti tujuan institusi SMTP/SMTA atau STM/SPG (tujuan terminal).
5)      Tujuan umum, atau tujuan nasional, adalah cita-cita hidup yang ditetapkan untuk dicapai melalui proses kependidikan dengan berbagai system, baik system formal (sekolah). System nonformal (nonklasikal dan nonkurikuler), maupun system informal (yang tidak terikat oleh formlaitas program ruang dan materi). (Nur Uhbiyati, 2005: 47)
  1. Ditinjau dari segi pembidangan tugas dan fungsi manusia secar filosofis, tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1)      Tujuan individual, suatu tujuan yang menyangkut individu, melalui proses belajar dalam rangka mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat.
2)      Tujuan social, suatu tujuan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan dengan tingkah lakunya serta dengan perubahan-perubahan yang di inginkan pada pertumbuhan pribadi, pengalaman dan kemajuan hidupnya.
3)      Tujaun professional, suatu tujauan yang menyangkut pengajaran sebagai ilmu, seni dan profesi serta sebagai suatu kegiatan dalam masyarakat. (Nur Uhbiyati, 2005: 47).
  1. Ditinjau dari segi pelaksanaannya, tujuan pendidikan dibedakan menjadi:
1)      Tujuan operasinal, yaitu suatu tujuan yang dicapai menurut program yang telah ditentukan atau ditetapkan dalam kurikulum.
2)      Tujuan fungsional, yaitu tujuan yang telah dicapai dalam arti kegunaannya, baik dari aspek teoritis maupun aspek praktis.
Perlu ditegaskan sekali lagi bahwa tujuan pendidikan Islam secara esensial adalah terwujudnya anak didik yang memahami ilmu-ilmu keislaman dan mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan kata lain terwujudnya insan kamil yaitu manusia yang kembali kepada fitrahnya dan kepada tujuan kehidupannya sebagaiamana isa berikrar sebagai manusia yang dating dari Allah dan kembali kepada Allah.



SUMBER:








Tidak ada komentar:

Posting Komentar