Aliran
Rasionalisme dalam Pendidikan Islam
’’Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan’’
Disusun Oleh :
Siti Umroh 2227130538
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAS AGENG TIRTAYASA
SERANG
– BANTEN 2014
ALIRAN RASIONALISME
Rasionalisme
adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu
pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir.
Para tokoh aliran rasionalisme, di
antaranya adalah:
·
Descartase (1596-1650 M)
·
Spinoza (1632-1677 M)
·
Leibniz (1646-1716 M)
Pada masa ini, rasionalisme
Yunani lahir kembali, sebagai objek kajian yang harus dan menarik untuk di
amati. Sejak kezaliman intelektual di lakukan oleh gereja dan tidak sedikit
para filosuf dikekang kebebasan berfikirnya, zaman ini member pintu lebar-lebar
kepada siapapun, bukan hanya kepada filosuf, tetapi bagi semua orang yang mau
mencurahkan pandangan dan pendapatnya atau kepada siapa pun yang mau
berfilsafat.
Kata “bapak” diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang di hasilkan oleh pengtahuan rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat yang distinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, dan bukan yang lainnya. (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004:107)
Dalam perkembangannya,filsafat terbentuk menjadi 10 aliran,diantaranya
aliran Rasionalisme yang berpandangan bahwa akal merupakan sumber bagi
pengetahuan dan pembenaran ajaran yang berdasarkan ide-ide yang masuk akal.
RASIONALISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1.
Ontologis
Filsafat
lahir ketika manusia pertama kalinya berusaha menghilangkan mitos dan
menggantinya dengan logos. Sebab usaha manusia rasional dimaksudkan sebagai
usaha manuisa untuk meraih pengertian rasioal. Dengan kata lain sejak semula
usaha manusia rasional bermaksud untuk menghilangkan mitos.
Rasionalisme adalah aliran,
anggapan, atau teori filsafat yang menjunjung tinggi hasil pemikiran manusia
tanpa memperdulikan pengalaman pribadi, fakta dan data empiris. Berdasarkan
teori ini dapat dinyatakan bahwa pengetahuan manusia terbentuk dan terjadi dari
akal atau rasio. Dalam hal ini, sumbangan yang dihasilkan oleh akal lebih
menentukan dari pada sumbangan yang diberikan indera. Bahkan lebih jauh lagi
kadang-kadang para penganut rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan manusia
tergantung pada strukur bawaan (ide, kategori). Artinya konsep-konsep
yang diperoleh pikiran manusia sejak ia dilahirkan di dunia, biarpun hanya
sebagai bakat.
Istilah
pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada tiga term yaitu:
a. Al
tarbiyah, penggunaan
istilah ini berasala dari kata Rabb walaupun kata ini memiliki banyak
arti akan tetapi pengertian dasarnya menunjukan kata tumbuh, berkembang,
memelihara, merawat, mengatur, dan
menjaga kelestarian atau eksistensinya. Kata ini paling banyak digunakan
dibandingkan dengan istilah lainnya.
b.
Al-Ta’lim, kata ini
telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para
ahli, kata ini lebih bersifat universal dibandingkan dengan istilah al-tarbiyah
maupun al-ta’dib, Rasyid Ridha, mengartika al Ta’lim sebagai proses
transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada
jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
c.
Al-Ta’dib, menurut
al-Attas, istilah yang paling tepat
untuk menunjukan pendidikan islam adalah al-Ta’dib, kata ini berarti
pengenalalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam diri
manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di
dalam tatanan penciptaan.
Dalam hal ini, Descartes dalam mencari kebenaran filsafat dengan
menggunakan metode Cogito Artinya adalah: "aku berpikir maka
aku ada". Maksudnya kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal yang
pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri. Keberadaan ini bisa
dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri.
2.
Epistimologis
Ilmu
pendidikan Islam mempunyai ruang lingkup sangat luas, karena didalamnya penuh
dengan segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat baik langsung ataupun
tidak langsung.
Objek ilmu
pendidikan Islam ialah situasi pendidikan yang terdapat pada dunia pengalaman.
Di antara objek atau segi ilmu pendidikan Islam dalam situasi pendidikan Islam
ialah:
1. Perbuatan mendidik itu sendiri.
Yang dimaksud dengan perbuatan mendidik di sini ialah seluruh kegiatan,
tindakan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu
menghadapi atau mengasuh anak didik. Atau dengan istilah yang lain yaitu, sikap
atau tindakan menuntun, membimbing, memberikan pertolongan dari seseorang
pndidik kepada anak didik untuk menuju ke tujuan pendidikan Islam. Dalam
perbuatan mendidik ini sering disebut dengan istilah tahdzib atau ta’lim.
2. Anak didik yaitu pihak yang merupakan
objek terpenting dalam pendidikan. Hal ini disebabkan perbuatan atau tindakan
mendidik itu diadaka atau dilakukan hanyalah untuk membawa anak didik kea rah
tujuan pendidikan islam yang kita cita-citakan. Dalam pendidikan Islam anak
didik ini sering isebut dengan istilah yang bermacam-macam, antara lain: santri,
thalib, muta’alim, muhazab, tilmiz.
3. Dasar dan tujuan pendidikan Islam yaitu
landasan yang menjadi fondamen serta sumber dari segala kegiatan pendidikan
islam itu dilakukan. Maksudnya, pelaksanaan pendidikan Islam harus berlandaskan
atau bersumber dari dasar tersebut. Dalam hal ini dasar atau sumber pendidikan
Islam ialah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan tujuan pendidikan Islam yaitu
arah kemana anak didik ini akan dibawa. Secara ringka, tujuan pendidikan Islam
yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia (dewasa) muslim yang takwa
kepada Allah SWT atau secara ringkas, kepribadian muslim.
4. Pendidik yaitu subjek yang melaksanakan
pendidikan Islam, dan pendidk ini mempunyai peranan penting terhadap
berlangsungnya pendidikan. Baik atau buruknya pendidik berpengaruh besar
terhadap hasil pendidikan Islam, pendidik sering disebut mu’allim, muhazib,
ustaz, kiai, dan sebagainya. Di sampinng itu ada pula yang
menyebutnya dengan istilah mursyid, artinya yang member petunjuk, karena
mereka memang memberikan petunjuk-petunjuk kepad anak didiknya.
5. Materi pendidikan Islam yaitu bahan-bahan
atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian
rupa (dengan susunan yang lazim tetapi logis) untuk disajikan atau disampaikan
kepada anak didik. Dalam pendidikan Islam materi pendidikan ini sering disebut
dengan istilah maddatuttarbiyah.
6. Metode pendidikan Islam ialah cara yang
paling tepat dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan bahan atau materi
pendidikan Islam kepada anak didik. Metode di sini mengemukakan bagaiman
mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan Islam agar materi
pendidikan islam tersebut dapat dnegan mudah diterima dan dimiliki oleh anak
didik. Dalam pendidikan Ilsma metode pendidkan ini disebut dengan istilah tariqatuttarbiya
atau tariqatuttahzib.
7. Evaluasi pendidikan yaitu memuat cara-cara
bagaiman mengadakan evaluasi/ penilaian terhadap hasil belajar anak didik.
Tujuan pendidikan Islam umumnya tidak dapat dicapai sekaligus, melainkan
melalui proses atau tahapan tertentu. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam seringkali dilakukan evaluasi/penilaian pada tahap atau fase
dari pendidikan Islam tersebut. Apabila tujuan pada tahap atau fase ini telah
tercapai kemudian dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan pendidikan tahap
berikutnya, dan berakhir pada kepribadian musli.
8. Alat-alat pendidikan Islam yaitu alat-alat
yang dapat digunakan selama melaksanakan pendidikan Islam, agar tujuan
pendidikan Islam tersebut lebih berhasil.
9. Lingkuangan sekitar atau milieu pendidikan Islam yang dimaksud, ialah
keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan
Islam.[1][7]
Dari uraian tersebut dapat disimpulakan, bahwa ruang llingkup ilmu
pendidikan islam sebab menyangkut berbagai aspek yang menyangkut
penyelenggaraan pendidikan Islam.
3.
Aksiologis
Dikatakan oleh Dr. Zakiah Darajat bahwa tujuan
pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang
membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa, insan kamil artinya manusia
utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secra wajar dan normal
karena takwanya kepada Allah swt. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam
itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya
serta senang dan gemar mengamalkan dan mengemabangkan ajaran Islam dalam
berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang
semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini
dan di akhirat nanti. Tujuan ini kelihatannya terlalu ideal, sehingga sukar
dicapai. Tetapi dengan kerja keras yang dilakukan secra berencana dengan
kerangka-kerangka kerja yang konsepsional mendasar, pencapaian tujuan itu
bukanlah sesuatu yang mustahil.
Dimensi aksiologi mengarahkan pembentukan kurikulum
yang dirancang sedemikian rupa agar memberikan kepuasan pada diri peserta didik
agar memiliki nilai-nilai ideal sebgaiamana tujuan pendidikan islam yang telah
di urai di atas, supaya hidup dengan baik, sekaligus menghindarkan nila-nilai
yang tidak diinginka. Tegasnya ketiga dimensi tersebut erupakan kerangka dalam perumusan
kurikulum pendidikan islam, maka memiliki arti intervensi kehidupan peserta
didik sedemikian rupa, agar menjadi insan kami, insan kaffah, dan insan yang
sadar aka hak dan kewajibannya.[2][8]
Beberapa indikator dari tercapainya tujuan pendidikan
islam dapat dibagi menjadi tiga tujuan mendasar, yaitu:
- Tercapainya
anak didik yang cerdas. Ciri-cirinya adalah memiliki tingkat kecerdasan
intelektualitas yang tinggi sehingga mampu menyelesaikan masalah yang
dihadapi oleh dirinya sendiri maupun membantu menyelesaikan masalah orang
lain yang membutuhkannya.
- Tercapainya
anak didik yang memiliki kesabaran dan kesalehan emosional, sehingga
tercermin dalam kedewasaan menghadapi masalah di kehidupannya.
- Tercapainya
anak didik yang memiliki kesalehan spiritual, yaitu menjalankan perintah
Allah dan Rasulullah SAW. Dengan melaksanakan rukun Islam yang lima dan
mengejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya menjalankan shalat
lima waktu, menjalankan ibadah puasa, menunaikan zakat, dan menunaikan haji ke Baitullah.[3][9]
H.M. Arifin membedakan tujuan secara teoritis dan
tujuan dalam proses. Tujuan teoritis ini terdiri dari berbagai tingkat antara
lain:
- Tujuan
intermediair, tujuan akhir, tujuan insidental
1) Tujuan intermediair,
yaitu tujuan yang merupakan batasan kemampuan yang harus dicapai dalam proses
pendidikan tingkat tertentu.
2) Tujuan insidental
merupakan peristiwa tertentu yang direncanakan, tetapi dapat dijadikan sasaran
dari pendidikan pada tujuan intermediair.
3) Tujuan akhir
pendidikan Islam pada hakikatnya adalah realisasi dari cita-cita ajaran Islam
itu sendiri, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba
Allah lahir dan batin di dunia dan akhirat.
- Dilihat
dari segi pendekatan sistem instruksional, tujuan pendidikan dibedakan
menjadi:
1) Tujaun instruksional
khusus, diarahkan pada setiap bidang sudi yang harus dikuasai dan diamalkan
oleh anak didik.
2) Tujuan instruksional
umum, diarahkan pada penguasaan arti pengamalan suatu bidang studi secara umum
atau garis besarnya suatu kebulatan.
3) Tujuan kurikuler,
yaitu ditetapkan untuk dicapai melalui garis-garis besarprogram pengajaran
(GBPP) di tiap institusi (lembaga pendidikan)
4) Tujuan instruksional,
yaitu tujuan yang harus dicapai menurut program pendidikan di tiap sekolah atau
lembaga pendidikan tertentu secara bulat atau terminal seperti tujuan institusi
SMTP/SMTA atau STM/SPG (tujuan terminal).
5) Tujuan umum, atau
tujuan nasional, adalah cita-cita hidup yang ditetapkan untuk dicapai melalui
proses kependidikan dengan berbagai system, baik system formal (sekolah).
System nonformal (nonklasikal dan nonkurikuler), maupun system informal (yang
tidak terikat oleh formlaitas program ruang dan materi). (Nur Uhbiyati, 2005:
47)
- Ditinjau
dari segi pembidangan tugas dan fungsi manusia secar filosofis, tujuan
pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1) Tujuan individual,
suatu tujuan yang menyangkut individu, melalui proses belajar dalam rangka
mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat.
2) Tujuan social, suatu
tujuan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan dengan tingkah lakunya
serta dengan perubahan-perubahan yang di inginkan pada pertumbuhan pribadi,
pengalaman dan kemajuan hidupnya.
3) Tujaun professional,
suatu tujauan yang menyangkut pengajaran sebagai ilmu, seni dan profesi serta
sebagai suatu kegiatan dalam masyarakat. (Nur Uhbiyati, 2005: 47).
- Ditinjau
dari segi pelaksanaannya, tujuan pendidikan dibedakan menjadi:
1) Tujuan operasinal,
yaitu suatu tujuan yang dicapai menurut program yang telah ditentukan atau
ditetapkan dalam kurikulum.
2) Tujuan fungsional,
yaitu tujuan yang telah dicapai dalam arti kegunaannya, baik dari aspek
teoritis maupun aspek praktis.
Perlu ditegaskan sekali lagi bahwa tujuan pendidikan Islam secara esensial
adalah terwujudnya anak didik yang memahami ilmu-ilmu keislaman dan
mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan kata lain terwujudnya
insan kamil yaitu manusia yang kembali kepada fitrahnya dan kepada tujuan
kehidupannya sebagaiamana isa berikrar sebagai manusia yang dating dari Allah
dan kembali kepada Allah.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar